Saat itu, menurut Basuki Jamal, bahwa walikelas Al-Farizi bernama Irma, tidak masuk sekolah karena sedang sakit. Perannya digantikan oleh mahasiswa yang sedang PPL. Pihak keluarga memaklumi itu, tetapi seharusnya, pihak sekolah memantau perkembangan siswa pasca aksi perundungan itu, sehingga Al-Farizi tetap terpantau.
Setelah sampai di rumah, kondisi kesehatan Al-Farizi ternyata terus menurun. Aksi lincahnya hilang seketika. Rasa sakit di kepala mulai terasa semakin intens. Namun belum disadari oleh sang ayah dan bunda. Sehingga belum ada tindakan untuk dirujuk segera ke dokter atau ke rumah sakit. Sang ayah juga menganggap anaknya mungkin kelelahan, apalagi saat itu bulan puasa, sehingga masih fokus urusan jelang buka puasa.
Saat tengah malam dan jelang waktu sahur, Al-Farizi mengigau dan berteriak seperti meminta tolong. Namun karena keluarga masih fokus untuk persiapan makan sahur, sehingga tetap saja masih diberikan pengobatan biasa di rumah, apalagi Al-Farizi tidak demam, sehingga dianggap biasa saja.
Namun keluarga jadi panik keesokan harinya, sejak pagi hingga sore, Al-Farizi tertidur terus, maka sang ayah berinisiatif melarikan Al-Farizi ke rumah sakit Anuta Pura Palu. Menurut keterangan dokter yang menangani di ruang UGD, Al-Farizi sedang koma, makanya tidak bangun-bangun sejak pagi hingga sore.
Ada retakan di Tengkorak kepalanya dan ada darah beku di bagian dalam tengkorak kepala yang retak tersebut, sehingga tidak ada pilihan, selain harus dioperasi. Al-Farizi pun dirujuk ke rumah sakit Undata Palu, untuk menjalani operasi. Dan operasi berjalan lancar. Keluarga siang malam berdoa untuk kesembuhan Al-Farizi dan berkat doa keluarga, Al-Farizi berhasil melewati masa kritisnya.