Ia kemudian mencontohkan praktik hidup berdampingan dalam sejarah Islam, khususnya Piagam Madinah yang disusun oleh Rasulullah SAW saat pertama kali hijrah ke Madinah.

Menurutnya, dokumen tersebut merupakan konstitusi sosial pertama dalam sejarah umat manusia yang menjamin hak semua warga, baik Muslim maupun non-Muslim. “Nilai-nilai dalam Piagam Madinah seperti keadilan, penghormatan terhadap perbedaan, dan penyelesaian konflik secara musyawarah, sangat relevan dan sejalan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.

Prof. Zainal juga mengajak masyarakat Sulawesi Tengah untuk meneladani kearifan lokal yang telah lama menjadi perekat sosial. Ia menyebut nilai-nilai seperti mosintuwu (gotong royong), nosimpati (empati), dan nosarara nosabatutu (bersatu dan saling membantu) sebagai kekayaan budaya yang perlu dirawat dan dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Di Lore, musyawarah adat lintas agama masih hidup menyelesaikan konflik lahan dan pernikahan campuran. Di masyarakat Kaili, nilai ‘maroso’ menekankan kejujuran dan pantang menyerah. Inilah wajah harmoni Sulawesi Tengah yang harus dijaga,” ujarnya.