NASIB Anies Baswedan yang ditinggalkan sejumlah Partai Politik yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang lebih dikenal dengan nama KIM, hampir serupa dengan nasib Rusdy Mastura, Gubernur Sulawesi Tengah yang akrab disapa Bung Cudy, yang ditinggalkan oleh partai politik yang mengusungnya pada Pilkada 2020 silam.
Keduanya seperti nelangsa setelah nyaris dipastikan tidak akan “berlayar” menuju pendaftaran di KPU pada masa pendaftaran tanggal 27-29 Agustus 2024 mendatang.
Anies dan Cudy tidak sendirian. Hal serupa juga dialami oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang ditinggalkan oleh Jokowi dan rekan koalisinya pada dua pilpres sebelumnya yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.
Ketiganya kini seolah memiliki “musuh” bersama yang terkesan berjuang untuk demokrasi, tetapi sesungguhnya dianggap banyak pihak telah “membunuh” demokrasi.
Di Jakarta, Partai Politik pendukung Anies di Pilpres 2024, ramai-ramai pindah ke KIM dan menyatakan dukungan ke calon gubernur Jakarta yang “diinginkan” KIM yakni Ridwan Kamil dan Suswono.
Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 12 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Jakarta Baru resmi mendeklarasikan Ridwan Kamil dan Suswono sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jakarta. Tiga diantara parpol tersebut adalah Parpol yang pada Pilpres 2024 yang lalu, tergabung dalam koalisi perubahan.
Harapan Anies, Bung Cudy, maupun PDIP, sepertinya telah pupus saat semua Parpol yang dulu adalah kawan, kini menjadi lawan, perlahan-lahan meninggalkan mereka.
Namun harapan itu, kini mulai muncul lagi, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuat kejutan jelang pendaftaran Calon kepada daerah.
Putusan MK yang mengubah ambang batas persyaratan pencalonan di pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 membuat banyak pihak memberikan pujian, karena dinilai sebagai penguatan demokrasi, khususnya demokrasi lokal.
Dengan putusan itu, Anies dan Cudy masih memiliki peluang untuk dicalonkan oleh Partai politik. Begitu pun dengan PDIP, memiliki peluang untuk mengusung calon sendiri tanpa harus berkoalisi karena memang telah ditinggalkan oleh kawan koalisinya.
Beberapa waktu yang lalu, PDIP telah memberikan rekomendasi kepada Rusdy Mastura alias Cudy sebagai calon Gubernur didampingi Sulaiman Agusto Hambuako sebagai calon Wagub, sehingga dapat dipastikan Cudy-Sulaiman bisa “berlayar” bersama PDIP di Sulteng.
Sementara Anies yang sebelumnya digadang-gadang bakal diusung oleh PDIP bersama Rano Karno juga memiliki harapan kembali untuk mengabdi di bekas Ibukota negara tersebut. Namun dalam Pilgub Jakarta ini, PDIP belum menentukan sikap. Karena selain nama Anies, nama lainnya juga mencuat untuk mendapatkan dukungan PDIP yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada: Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur: a.Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.
b.Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.
c.Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d.Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
Sementara untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota: a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.(*)
*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Palu / Wakil Ketua PWI Sulteng