RAYA–Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Dit. KMA), Direktorat Jenderal Kebudayaan, berkolaborasi dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan Musyawarah Besar Pendidikan Adat Nusantara pada tanggal 12 sampai dengan 15 Agustus 2024 yang diselenggarakan di Sekolah Adat Osing Pesinauan, Banyuwangi.

Kegiatan yang bertema ‘Pendidikan Adat sebagai Jalan Pulang untuk Menjaga dan Merawat Bumi’ bertujuan untuk mewujudkan gerakan pendidikan adat yang mampu mentransformasikan berbagai pengetahuan masyarakat adat ke dalam aksi-aksi kolektif untuk menyelamatkan dan menjaga bumi.

Dalam sambutannya, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, mengatakan bahwa Kemendikbudristek mendukung upaya-upaya penuh dalam percepatan pengesahan undang-undang masyarakat adat dan mendorong peningkatan layanan pendidikan adat di seluruh Nusantara.

Hadi menambahkan, sesuai dengan amanat konstitusi dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pendidikan masyarakat adat merupakan dan menjadi dasar pewarisan dari yang tua ke yang muda melalui jalan kebudayaan.

“Dalam rangka upaya pemajuan kebudayaan, Kemendikbudristek melalui Direktorat KMA mendorong penuh upaya-upaya masyarakat adat di wilayah Nusantara,” ucap Hadi pada Senin (12/8/2024).

Berkaitan dengan isu perubahan iklim saat ini, melalui pengetahuan kearifan lokal, Hadi mengajak untuk kembali menggunakan pangan lokal. “Dengan kondisi saat ini, kondisi iklim yang membuat kita bersama-sama melalui pendekatan sekolah adat, dapat menjaga keberlangsungan alam dan dapat menjaga ekosistem di lingkungan masyarakat adat,” tuturnya.

Selain itu, kata Hadi, dengan semakin pesatnya korporasi yang masuk di kawasan wilayah adat, Kemendikbudristek berkomitmen melalui Layanan Advokasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan melibatkan 25 kementerian dan lembaga untuk turut serta menjaga dan melindungi keberlangsungan masyarakat adat dalam menjaga lingkungan alam sekitarnya.

Lebih lanjut, Hadi menyampaikan bahwa melalui pendekatan sekolah adat, hal tersebut menjadi dasar yang sebenarnya dari program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.

“Terwujudnya Merdeka Belajar tersebut di mana anak-anak dari masyarakat adat diberikan ruang seluas-luasnya untuk belajar di manapun mereka berada. Dengan adanya sekolah adat yang dibina oleh AMAN maupun masyarakat adat lainnya yang non AMAN, kami juga mendorong upaya memfasilitasi pendidikan adat,” ujar Hadi.

“Saya berharap ke depannya, akses fasilitasi dalam upaya pelayanan pendidikan khususnya pendidikan adat dapat masyarakat akses melalui Kemendikbudristek, dan Kemendikbudristek akan memberikan fasilitasinya,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Rukka Sombolinggi, mengungkapkan bahwa sekolah adat yang dibina oleh AMAN bukan tentang gedung, simbol-simbol mata pelajaran, atau kurikulumnya.

“Bukan itu, tapi sekolah adat yang kami bina itu untuk mimpinya, misinya, cita-citanya untuk menjadikan kita semua masyarakat adat. Sehingga mempunyai kompetensi untuk hidup sebagai masyarakat adat, tempat kita menimba ilmu sebagai masyarakat adat, tempat kita membentuk kepribadian sebagai masyarakat adat, tempat kita meletakkan -nilai dasar sebagai masyarakat adat, keterampilan-keterampilan sebagai masyarakat adat, dan sikap sebagai masyarakat adat sebelum kita menimba ilmu-ilmu yang lain. Karena kalau tidak saat ini, sayang sekali,” kata Rukka.

Rukka menambahkan, bahwa sejatinya seluruh wilayah adat adalah sekolah adat yang merupakan pusat-pusat pendidikan. “Keseharian kita adalah pendidikan, jadi sekolah adat saat ini harus menjadi pusat-pusat pendidikan, pusat-pusat pemulihan manusia-manusia masyarakat adat,” ujarnya.*ENG