SULTENG RAYA — Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menganugerahkan penghargaan Wirakarya Adhitama kepada Dorodjatun Kuntjoro-Jakti atas kontribusi dan jasanya yang besar bagi almamater, bangsa dan negara.
Dekan FEB UI Teguh Dartanto mengatakan Wirakarya Adhitama adalah penghargaan yang diberikan untuk tokoh FEB UI. Tokoh tersebut tentu saja memiliki jasa sangat besar dengan pengabdian untuk sivitas akademika FEB UI, serta bagi bangsa dan negara tanpa putus.
“Profesor Dorodjatun adalah tokoh yang sangat pantas mendapatkan apresiasi tersebut. Beliau itu cendekiawan, begawan, yang selalu bekerja keras dalam pengabdian. Hasil karyanya mengharumkan nama bangsa dan negara serta mendapatkan prestasi baik di tingkat nasional maupun internasional,” kata Teguh, Rabu (6/12/2023).
Penganugerahan penghargaan Wirakarya Adhitama ini merupakan puncak acara dari seluruh rangkaian kegiatan dari acara peringatan Dies Natalis FEB UI ke-73. Oleh karena itu, menurut Teguh, eksistensi dan pencapaian besar FEB UI saat ini tak terlepas juga dari peran besar tokoh-tokoh hebat seperti Dorodjatun. Teguh menegaskan, semangat Dorodjatun dalam keilmuan dan dunia profesionalisme begitu kuat. Dorodjatun dinilai selalu menciptakan lingkungan yang penuh kecerdasan dan kebijaksanaan. Dorodjatun adalah contoh nyata bahwa kebaikan dapat diwujudkan melalui pemberian ilmu kepada sesama, sehingga banyak yang memandangnya sebagai sosok yang cerdas, murah hati, dan selalu memotivasi.
“Beliau adalah sosok yang penuh dedikasi tak henti-hentinya menginspirasi dan memberikan kontribusi positif kepada sekitarnya demi kemajuan bersama, terutama sebagai pembagi ilmu yang antusias,” lanjut Teguh.
Dalam penganugerahan penghargaan tersebut, Dorodjatun mengenang saat awal dirinya menjadi mahasiswa baru yang saat itu masih Fakultas Ekonomi (FE) UI. Dia masuk pada Semester 1 Tahun Akademi 1959. ‘Nasib’ menyeret Dorodjatun untuk mendalami isu-isu pembangunan ekonomi dan bisnis. Padahal sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama dan atas, Dorodjatun sangat kuat di bidang ilmu pasti dan pengetahuan alam dan memiliki cita-cita untuk masuk ITB bukan FE UI. Namun, free will dikalahkan dengan bigger will untuk mengabdi pada bangsa.
Dia mengatakan, masalah pembangunan ekonomi serta bisnis Indonesia selalu menjadi fokus pembelajaran di almamaternya tersebut. Baik dalam bidang pengajaran, penelitian, maupun praktik.
“Tugas-tugas penelitian di LPEM, sejak era kepemimpinan Dr Ali Wardana sampai dengan saya sendiri belasan tahun kemudian ditunjuk dekan untuk menjadi Direktur LPEM FE UI, jelas telah memungkinkan saya untuk diangkat sebagai Guru Besar FE UI dalam disiplin Perencanaan Ekonomi. Untuk itu semua, saya sungguh berhutang besar kepada FE yang pertama di Indonesia ini,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Rektor UI Ari Kuncoro juga menceritakan kenangan beliau bersama Dorodjatun pada 1986-1988 silam. Menurut Ari, Dorodjatun telah mengajarkan Ari untuk memahami konteks pada setiap situasi. Hal ini yang mendorong Ari untuk memberi judul “Tribute untuk Prof. Dorodjatun: Dari Headline Watching ke Data Analytic dan Kembali ke Headline Watching” pada closing remarks-nya pada penganugerahan Wirakarya Adhitama tersebut.
“Kalau Pak Djatun itu rajin mengirimkan kliping ya, Pak. Saya ngerti, dan saya hubungkan itu dengan situasi 1986. Jadi harus tahu konteks. Nah sekarang sudah dikasih nama, Pak. Namanya ‘headline watching’,” tutur Ari.
Dalam acara itu hadir pula Darmin Nasution. Alumni FEB UI yang pernah menjabat Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Kerja, dan Gubernur Bank Indonesia. Darmin mengatakan, saat dirinya menjadi mahasiswa di FE UI, Dorodjatun adalah sosok dosen muda yang atraktif, sekaligus aktivis dengan pengetahuan yang luas.
Dorodjatun menurut Darmin adalah sosok cerdas dengan minat yang luas dan banyak. Ketika berbicara terkait ekonomi, perhatian Dorodjatun selalu melebar. “Dia bisa bicara mengenai sejarah ekonomi, sejarah ilmu ekonomi, sejarah ekonomi Indonesia, bicara filsafat ekonomi, bicara teori ekonomi, bicara macam-macam. Jadi mulai dari politik ekonomi, ekonomi, sosiologi, dan dia sangat terampil di dalam mengikuti dinamika dunia, blok-blok ekonomi di dunia,” kenang Darmin.
Kiprah Pendidikan
Dorodjatun termasuk lulusan terbaik Fakultas Ekonomi UI. Dia memperoleh gelar sarjana Doktorandus Ekonomi Umum dengan spesialisasi Moneter dan Keuangan Negara pada 1963. Setelah itu, Dorodjatun meraih gelar Master of Arts in Public Administration (MA) dengan spesialisasi Administrasi Keuangan pada 1969, dari University of California di Berkeley (UCB) dengan beasiswa Ford Foundation, dan berstatus PhD Candidate.
Dorodjatun sempat mendapat status Tapol Malari, Januari 1974- April 1976 di RTM Budi Utomo, sehingga baru bisa merampungkan studi PhD (Doktor) dengan spesialisasi Political – Economy of Development dari UCB pada 1981. Disertasinya berjudul “The Case of Indonesia under the New Order, 1966-1980”.
Sebelum lanjut program doktor, Dorodjatun pada 1969 sempat kembali ke Indonesia untuk melakukan riset, dan mulai berkarya sebagai akademisi di FE UI. Ia meniti karier sebagai asisten pengajar serta asisten peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEUI pada 1961-1962. Kemudian, menjabat sebagai Senior Research Associate, Wakil Kepala LPEM, dan terakhir Kepala LPEM.
Kariernya menanjak hingga akhirnya diangkat sebagai Kepala Laboratorium Komputasi (1973-1974), Ketua Jurusan Ekonomi Umum (1973-1974), serta Ketua Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan (1982-1984). Dorodjatun terus memberikan kontribusi yang berharga selama masa jabatannya di FE UI.
Ia pernah menduduki posisi Pembantu Dekan I Bidang Akademi pada periode 1988-1990 dan 1991-1994, Dekan pada 1994 hingga 1997 untuk mengelola dan mengembangkan FE UI lebih lanjut. Pada 17 Juni 1995, Dorodjatun dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia. Pada upacara pengukuhannya, ia memaparkan pidato berjudul ‘Perencanaan Ekonomi Nasional Menghadapi Tantangan Globalisasi’.
Pada 2003, mendapat gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universiti Teknologi Malaysia di Johor, Malaysia. Dorodjatun dinilai atas jasanya pada masa krisis 1997-2003 dalam kegiatan Manajemen Bisnis.
Dedikasi Pada Negeri
Pada 1997, krisis Thai Baht menghantam keras ekonomi dan bisnis Thailand dan masuk ke Indonesia. Presiden Soeharto memerintahkannya mengemban amanah sebagai Duta-Besar Luar-Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Washington DC, Amerika Serikat, pada saat rapat persiapan sidang APEC di Vancouver, Canada, yang berlangsung di Bina Graha.
Dorodjatun diminta bertugas untuk Presiden Indonesia pada masa krisis moneter 1998. Ia tetap pada posisi tersebut hingga 2004, selama masa kepresidenan Presiden Soeharto, Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Megawati Sukarnoputri. Dengan tugas tersebut, setiap tiga bulan ia dipanggil ke Jakarta untuk melapor ke presiden, lalu kembali membawa berbagai pesan untuk pemerintah Amerika Serikat, International Monetary Fund (IMF), dan World Bank.
Pada 2001, sepulang perjalanan tugasnya di luar negeri, Dorodjatun ditawari Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menempati pos Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong Republik Indonesia periode sampai sekitar September 2004. Ini tanggung jawab yang berat, mengingat kondisi ekonomi yang terpuruk saat itu.
Dorodjatun berfokus pada tiga program utama pemulihan ekonomi nasional, yaitu pembayaran utang luar negeri, desentralisasi daerah, dan penyerapan tenaga kerja. Untuk itu ia berkoordinasi dengan masyarakat bisnis domestik dan asing.
Pada 2005, Dorodjatun ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Co-Chair Panel 45 khusus untuk merumuskan posisi Republik Indonesia di dalam Sidang Umum ke-60 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kemudian Dorodjatun diamanahi jabatan sebagai Anggota Dewan Pengarah, Lembaga Ketahanan Nasional atau LEMHANNAS RI untuk periode 2006-2010.
Pada periode 2013 dia diangkat sebagai Commissioner dari First Murdoch Commission (Murdoch University, Perth) untuk turut serta di dalam perumusan strategi jangka-panjang West Australia di wilayah Samudra Hindia. Oleh Deplu, juga diundang sebagai anggota Delri ke pertemuan-pertemuan tentang “Indian Ocean”, antara lain di India, Australia, dan di Indonesia. RHT