SULTENG RAYA – BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) Kantor Cabang Sulawesi Tengah menanam 200 bibit mangrove alias pohon bakau di pesisir pantai Kabupaten Donggala, Sabtu (23/9/2023).
Kegiatan yang diikuti sejumlah awak media tersebut, merupakan sebagai bentuk kepedulian BPJamsostek Sulteng terhadap lingkungan.
“Kegiatan ini (menanam mangrove di pantai Donggala, red) bentuk dukungan kami dalam mengampanyekan pelestarian lingkungan di kawasan pesisir pantai,” kata Kepala Kantor Cabang BPJamsotek Sulteng, Lubis Latif.
Ia menjelaskan, kegiatan lingkungan tersebut dilaksanakan secara nasional dengan tema diusung ‘Go Green’. Aksi sosial tersebut merupakan kegiatan rutin dilaksanakan BPJamsostek. Khusus tahun ini, pihaknya mengusung tema ‘Go Green’pada kawasan pesisir pantai.
“Biaya operasional pelaksanaan kegiatan ini bersumber dari swadaya pegawai,” jelasnya.
Ia mengatakan, kegiatan serupa bakal terus digalakkan di Sulteng. Karena, kata dia, pihaknya menargetkan penanaman 1.600 pohon mangrove dengan melibatkan seluruh cabang unit kerja di Sulteng.
“Tahun ini Sulteng menargetkan penanaman mangrove sebanyak 1.600 pohon oleh masing-masing cabang unit kerja BPJamsostek,” ucapnya.
Ia berharap, kegiatan tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap kawasan pesisir, terutama mengurangi risiko dampak abrasi, sekaligus menjaga kualitas udara agar tetap baik.
“Kami di Sulteng memiliki delapan unit kerja, masing-masing menanam 200 pohon,” ujarnya.
Melalui aksi tersebut, diharapkan komunitas maupun elemen masyarakat dapat berkolaborasi dan berkontribusi menjaga kelangsungan ekologi, sebagai mana agenda besar pemerintah pusat melakukan upaya pengendalian perubahan iklim, serta pengurangan emisi gas rumah kaca demi ketahanan iklim di Indonesia.
“Secara tidak langsung kami membantu pemerintah daerah (pemda) mewujudkan pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) dalam menyelenggarakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” tuturnya.
MENGENAL LIMA MANFAAT PROGRAM BPJAMSOSTEK
Sebagai informasi tambahan, BPJamsostek merupakan lembaga yang dibentuk dan diberikan mandat undang- undang menyelenggarakan lima program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek), yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“JKK dan JKm merupakan program dasar yang wajib diikuti setiap peserta,” jelas Kakacab Lubis Latif kepada Sutleng Raya beberapa waktu lalu.
Program JKK memiliki manfaat, yakni biaya rumah sakit tanpa batas bagi peserta mengalami kecelakaan kerja, dirawat di fasilitas rumah sakit pemerintah kelas I.
Apabila kecelakaan mengakibatkan kematian, ahli waris peserta akan mendapat santunan kematian akibat JKK bisa mencapai ratusan juta, begitu juga jika peserta cacat total tetap akibat JKK.
“Jika pekerja yang kecelakaan kerja cacat dimungkinkan bisa bekerja kembali, maka akan didampingi hingga bekerja kembali. Seluruh biaya perawatan ditanggung BPJamsostek serta mendapatkan santunan upah 100 persen selama 12 bulan pertama dan 50 persen upah bulan selanjutnya. Program ini namanya RTW atau return to work,” jelasnya.
Kemudian, program JKm memilik manfaat berupa pemberian santunan kematian kepada ahli waris pekerja meninggal dunia, bukan karena kecelakaan kerja sebesar Rp42 juta.
Menurutnya, nominal Rp42 juta merupakan perhitungan klaim dengan rincian santunan kematian sebesar Rp20 juta, biaya pemakaman sebesar Rp10 juta dan santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp12 juta. Manfaat santunan tersebut tidak melihat berapa lama seseorang menjadi peserta, melainkan setiap peserta yang masih aktif meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja alias meninggal biasa.
“JKm sebesar Rp42 juta merupakan manfaat pasti didapatkan setiap peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja,” ucapnya.
Sementara itu, bagi peserta yang meninggal dunia sudah terdaftar aktif selama minimal tiga tahun, juga mendapatkan hak beasiswa maksimal dua anak dengan total beasiswa Rp174 juta.
Selanjutnya, manfaat program JHT yakni, berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara sekaligus apabila peserta mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, cacat total tetap.
“Yang dimaksud usia pensiun dalam manfaat JHT, termasuk peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK dan sedang tidak aktif bekerja dimanapun, atau peserta yang meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya,” terangnya.
Selanjutnya, manfaat JP yakni, berupa uang tunai bulanan diberikan kepada peserta yang memenuhi iuran minimum 15 tahun setara dengan 180 bulan saat memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal dunia.
Sedangkan JKP, yakni program perlindungan pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui 3 manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.ANT/HGA