SULTENG RAYA – Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) XVIII Sulteng-Sulbar, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia melaksanakan pelatihan pembuatan lalove dan meniup lalove dari hidung belum lama ini.

Lalove merupakan alat musik tiup tradisional Suku Kaili berbahan dasar bambu.

“Kami belum lama ini mengikuti kegiatan meniup lalove dari hidung dilaksanakan BPKW XVII Sulteng-Sulbar, Kemenristek RI selama tiga hari, yakni 1-3 September 2023, di Posyandu Dusun III dan SD Satu Atap di Desa Povelua,Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala,” kata Pelatih dan pelaku peniup lalove dari hidung, Hajir, Kamis (7/9/2023).

Ia mengatakan, meniup Lalove dari hidung merupakan cara unik melekat pada masyarakat Suku Unde dari pegunungan Kamalisi Kabupaten Donggala.

“Di sana (pegunungan Kamalisi Kabupaten Donggala, red) sejak 300 tahun lalu menggunakan instrumen ini sebagai alat untuk menjaga hubungan manusia dengan alam khususnya tanaman padi di ladang,” kata Hajir, Kamis (7/9/2023).

Ia menuturkan, sejak neneknya hingga bapaknya, menggunakan Lalove sebagai komunikasi penting bernilai sakral untuk menghormati alam.

“Saat kami berada di ladang pertanian, kami tidak boleh berbicara dengan bahasa sehari hari, walaupun dengan bahasa asli suku Unde. Jika itu dilakukan, maka dengan sendirinya panen akan kurang maksimal dan bahkan gagal. Kami hanya boleh meniup lalove sebagai ungkapkan kesyukuran dan kekaguman kami pada Padi yang tumbuh berbulir bagus,” katanya.

Sementara itu, Pelaksana program, Smiet Lalove, mengatakan, kegiatan itu merupakan program bantuan dana fasilitasi kebudaayan. Kegiatan tersebut terlaksaana setelah diusulkan ke kementerian dalam rangka upaya penyelamatan lalove ditiup dari hidung.

Ia menjelaskan, pelatihan itu dibuat seperti layaknya penampilan di pentas seni dan dilaksanakan pada malam hari, agar pesertanya merasa percaya diri.

“Kami seting seperti seni pertunjukan agar mereka merasakan bagaimana rasanya tampil di depan umum, dan dengan kesederhaan mereka. Mampu memukau penonton walaupun hanya masyarakat Desa Povelua,” katanya.

Ia menuturkan, lalove salah satu intrumen terbuat dari bambu vo dan hanya terdapat di puncak gunung.

“Suaranya akan nyaring dapat terdengar antar lembah dan sekitar gunung, seperti itu kondisi yang mereka ceritakan dan bahkan saat musim padi menguning di gunung suara itu layaknya seperti konser Lalove di alam,” tuturnya.

Ia mengatakan, lalove memiliki tiga lobang nada, dua di bawah satu di atas. Cara memainkan dan meniupnya pun sangat sulit, butuh dan keterampilan khusus.

“Meniup lalove dari hidung tidak sekedar unik, namun sakral bagi petani di pegunungan Kamalisi Suku Unde, salah satunya Puntana bagian dari Povelua, tempat tertinggi tempat ladang petani,” jelasnya.

Senada, Aulia (73), salah satu asisten pelatih, mengatakan, saat ini hasil pertanian mereka tidak seperti dulu lagi. Ia mengungkapkan, hingga saat ini pertanian di ladang sudah jarang melakukan tradisi tua itu. Begitu pun pegunungan sudah sepi dari bunyi lalove.

“Sudah kurang bagus hasil padi kami sekarang ini, bahkan sering gagal karena banyak hama dan kami rugi waktu serta tenaga. Dengan adanya pelatihan ini, kami merasa ada sesuatu yang hilang dari tradisi kami dulu, salah satunya instrumen lalove ini tidak lagi jadi bagian dari kehidupan petani. Dahulu, setiap masuk musim panen, seluruh ladang berbunyi bahkan hingga malam hari,” ujarnya.

Ia juga berterimakasih pada Pemerintah sudah memberikan kesempatan dan mengingatkan mereka pentingnya menghidupkan kembali budaya luhur itu.

“Dari pelatihan ini kami akan melatih murid SMP dan SD di Povelua agar lalove dari hidung jadi instrument musik andalan mereka dan bagi generasi Povelua bangga dan bisa mewariskan budayanya. Kami akan berusaha mengajarkan anak kami sampai bisa memainkan dan membuat agar kelak mereka melanjutkan tradisi kami, sebab berhubungan erat dengan sumber hidup kami di ladang, selain itu lalove ini juga dapat mengobati perasaan orang yang sakit, dan banyak lagu atau sayair yang dapat dimainkan dan syairnyapun berceritra tentang masalalu yang romantis, bahkan sakral,” ungkapnya. WAR