SULTENG RAYA-Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, Prof. Dr. H. Rajindra, SE., MM, memastikan tidak mengizinkan kampus yang dipimpinnya itu menjadi arena kampanye politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia. Meskipun baru-baru ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memungkinkan lembaga pendidikan digunakan sebagai tempat berkampanye.

Pendirian Rektor Unismuh Palu ini sejalan dengan pandangan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, yang secara resmi menyatakan bahwa mereka tidak akan memberikan izin untuk kegiatan kampanye politik di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya.

Keputusan ini meskipun bertentangan dengan Putusan MK yang mengubah ketentuan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu, yang sekarang memperbolehkan lembaga pendidikan sebagai tempat berkampanye, asalkan ada izin dari pimpinan lembaga tersebut dan tanpa atribut kampanye.

Rektor Unismuh Palu tidak hanya mengikuti pandangan PP Muhammadiyah, tetapi juga menyatakan bahwa bahkan tanpa keputusan resmi dari PP, dia tetap akan mempertahankan kebijakan tidak mengizinkan kampus yang dipimpinnya digunakan sebagai tempat kampanye politik. Alasannya, dia melihat risiko dan dampak negatif yang mungkin timbul jauh lebih besar daripada manfaatnya.

Rektor Unismuh Palu menggarisbawahi bahwa pendidikan tinggi adalah tempat di mana ilmu pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang isu-isu penting harus diberikan kepada mahasiswa. “Penggunaan kampus sebagai arena politik dapat mengganggu proses pembelajaran dan merusak lingkungan akademik yang seharusnya netral,”sebut Prof Rajindra, Kamis (7/9/2023).

Dia juga menekankan pentingnya menjaga integritas lembaga pendidikan, sehingga tidak terlibat dalam konflik politik atau menjadi alat politik. Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa pendidikan politik seharusnya tidak hanya terjadi dalam bentuk kampanye di kampus, tetapi melalui pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan.

“Beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa kampanye politik di kampus dapat menjadi sarana pendidikan politik, namun kami berpendapat bahwa manfaat dari pendidikan politik yang lebih komprehensif dan tidak terkait dengan kampanye politik jauh lebih besar dan lebih relevan dalam konteks pendidikan tinggi,”sebutnya. ENG