SULTENG RAYA – Wakil Wali Kota Palu, dr Reny A Lamadjido, mendorong kepala Puskesmas (Kapus) di Kota Palu saling bersinergi dalam menurunkan stunting di Kota Palu.
Langkah tersebut diharapkan dapat mewujudkan stunting di Kota Palu turun hingga 14 persen di 2024 mendatang.
Wawali Reny menyebut, Kelurahan Layana menjadi salah satu daerah di Kota Palu dengan angka stunting tiap tahun bertambah.
“Ini yang kami perjuangkan sekarang. Paling tidak di tahun 2023 ini kita bisa turun hingga 8 persen, sehingga tahun 2024 kita bisa di bawah 14 persen,” kata Wawali Reny saat memimpin Rapat Koordinasi dengan sejumlah pihak dalam rangka pencegahan dan percepatan penurunan Stunting di Kota Palu di ruang rapat Bantaya Kantor Wali Kota Palu, Senin (29/5/2023).
Oleh karena itu, kata dia, sangat dibutuhkan sinergitas antara Kapus di masing-masing wilayah dengan pihak terkait lainnya.
Seperti Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Dinas Sosial Kota Palu, Kader PKK Kota Palu, Kader Posyandu, serta para Penyuluh KB.
“Harusnya kita bekerjasama, sehingga Puskesmas nanti undang semua. Supaya orang kesehatan tidak capek sendiri. Saya pernah coba lalu, ternyata tidak mampu orang kesehatan sendiri,” ungkapnya.
PRESIDEN TARGET PREVALENSI STUNTING 14 PERSEN
Sebagai informasi tambahan, disadur dari www.kominfo.go.id, sebelumnya, Presiden RI, Joko Widodo, menegaskan, target penurunan angka gagal tumbuh atau stunting sebesar 14 persen harus dapat dicapai pada tahun 2024 mendatang. Hal tersebut disampaikan Kepala Negara saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Percepatan Penurunan Stunting 2023, di Auditorium BKKN, Jakarta Timur pada Rabu (25/01/2023) lalu.
“Target yang saya sampaikan 14 persen di tahun 2024 harus kita bisa capai,” ujar Presiden.
Menurutnya, stunting masih menjadi masalah besar harus segera diselesaikan di Tanah Air. Apalagi, stunting dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia sebuah negara, bukan hanya berdampak kepada kondisi fisik anak, melainkan juga kesehatan hingga kemampuan berpikir anak.
“Dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendah kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak,” jelas Presiden.
Presiden pun meyakini target tersebut dapat dicapai jika semua pihak bekerja sama dalam mempercepat penurunan angka stunting di Indonesia. Saat ini, angka stunting di Indonesia telah mengalami penurunan dari 37 persen pada tahun 2014 menjadi 21,6 persen di tahun 2022.
“Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, semuanya bergerak, angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” ungkap Presiden.
Lebih lanjut, Presiden meminta agar setiap daerah memiliki data yang akurat dan rinci sehingga mempermudah para penyuluh untuk mengawasi dan memberikan perawatan kepada anak yang mengalami stunting. Presiden mencontohkan Kabupaten Sumedang yang sukses memanfaatkan teknologi digital melalui sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) untuk percepatan penanganan stunting.
“Jadi mestinya kita harus secepatnya secara nasional memiliki itu sehingga tembakannya menjadi jelas, sasarannya menjadi jelas. Karena jumlah balita yang ada di negara kita juga bukan jumlah yang kecil 21,8 juta,” ucap Presiden.
Selain itu, pihak swasta juga diharapkan dapat dilibatkan dalam upaya penurunan stunting di Indonesia. Presiden menyebut Kabupaten Kampar yang dinilai telah berhasil menurunkan tingkat stunting dengan melibatkan perusahaan-perusahaan yang ada di sana.
“Yang stunting (di Kabupaten Kampar) dititipkan kepada perusahaan-perusahaan, ada bapak asuhnya, titip 50, titip 200, titip 300, akhirnya bisa turun drastis,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menekankan pentingnya asupan gizi yang diberikan kepada ibu hamil dan juga bayi. Presiden meminta jajaran Kementerian Kesehatan untuk menghentikan pemberian biskuit dan menggantinya dengan makanan tinggi protein bagi ibu hamil dan bayi melalui puskesmas dan posyandu.
“Karena yang lalu-lalu saya lihat di lapangan dari kementerian masih memberi biskuit pada anak, mencari mudahnya saya tahu, lelangnya gampang, kalau telur, ikan kan gampang busuk, gampang rusak telur, ini mudah, cari mudahnya aja, jangan dilakukan lagi. Kalau anaknya, bayinya, harus diberikan telur yang telur, diberikan ikan ya ikan,” tegas Presiden.
Tidak hanya itu, Presiden juga menekankan pentingnya penyuluhan dan pemberian edukasi bagi masyarakat mengenai makanan dan gizi untuk anak. Presiden tidak ingin kasus seorang ibu memberikan minum kopi saset kepada bayinya kembali terjadi di Indonesia.
“Sekali lagi, yang namanya penyuluhan-penyuluhan penting. Karena memang kata ibunya ini bermanfaat, kopi susu saset ini karena ada susunya. Hati-hati,” ujar Presiden.HGA