SULTENG RAYA– Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Perguruan Tinggi. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai wujud kolaborasi dan koordinasi antara Kemendikbudristek dengan Satgas PPKS Perguruan Tinggi dalam menghadapi kompleksitas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
“Saya memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya untuk semua satgas yang bertugas, yang dapat membuat perubahan di perguruan tinggi menjadi lebih baik. PPKS merupakan bukti komitmen kita bersama dalam melindungi bangsa dari kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi,” tutur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Kemendikbudristek memandang kekerasan seksual di perguruan tinggi merupakan permasalahan yang besar, mendalam dan memerlukan perhatian serius. Oleh karena itu, Kemendikbudristek menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Merujuk Permendikbudristek tersebut, perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi tempat yang bebas dari kekerasan seksual. Sebab, kekerasan seksual tidak hanya merusak lingkungan belajar yang seharusnya aman dan inklusif, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan mengganggu perkembangan individu.
Permendikbudristek tersebut juga menggarisbawahi urgensi implementasi PPKS di lingkungan akademik demi terciptanya suasana belajar yang kondusif. “Dengan meningkatnya kesadaran akan kekerasan seksual ke depan akan semakin ketat pengawasan dan implementasi Permendikbudristek tersebut,” lanjut Mendikbudristek.
Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan standar ini, dan implementasi Permendikbudristek tersebut menjadi landasan untuk menjalankan kewajiban tersebut. Kolaborasi dan koordinasi antar pihak, yang ditekankan dalam Permendikbudristek, menjadi esensial dalam menghadapi kompleksitas masalah kekerasan seksual.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang menyampaikan bahwa upaya satgas dalam mengimplementasikan PPKS memiliki tantangan yang luar biasa. Oleh karena itu, unit pelaksana teknis harus memiliki strategi agar dapat memberikan presepsi sebagai kekuatan untuk permasalahan kekerasan seksual. “Tugas mulia kita tidak ada yang mudah, tetapi banyak tantangan dalam menciptakan kampus yang aman dan sehat dari kekerasan seksual,” ujarnya.
Selain itu, mahasiswa dan kampanye di media sosial semakin menguatkan tuntutan agar perguruan tinggi mengambil langkah nyata dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual, sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam peraturan tersebut.
Rapat Koordinasi ini melibatkan lebih dari 500 peserta undangan yang terdiri dari Ketua/Sekretaris Satgas dan perwakilan anggota Satgas unsur mahasiswa pada 250 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Maksud dari penyelenggaraan Rakornas Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi adalah untuk menyatukan upaya dan kerja sama seluruh perguruan tinggi, pemerintah, serta lembaga terkait dalam rangka mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Harapannya melalui kegiatan ini dapat tercipta 1) Kerja sama lintas lembaga yang kuat dalam upaya menangani masalah kekerasan seksual; 2) meningkatnya pemahaman bersama tentang isu kekerasan seksual sehingga akan membantu mengarahkan langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang konsisten dan efektif; serta 3) meningkatnya kesadaran dan pendidikan tentang kekerasan seksual di kalangan perguruan tinggi, melalui pertukaran informasi, studi kasus, dan praktek terbaik dari berbagai daerah.
Selanjutnya, 4) terwujudnya rencana aksi konkret yang dirumuskan berdasarkan diskusi dan pembahasan dalam Rakornas yang mencakup strategi pencegahan, penanganan korban, dan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual; 5) tersusunnya kerangka kerja yang dapat diimplementasikan secara berkelanjutan oleh seluruh perguruan tinggi guna menghasilkan perubahan positif dalam jangka panjang; 6) tersusunnya rencana monitoring dan evaluasi yang terintegrasi untuk memastikan efektivitas langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.*ENG