RAYA – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Disperpusip) , menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘penguatan literasi mitigasi bencana alam berbasis kearifan lokal’ diikuti guru Sekolah Dasar (SD) dan pegiat literasi, Selasa (18/7/2023).

“Hadirnya FGD, yang mengangkat tema mitigasi bencana berbasis kearifan lokal bermaksud agar masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan tentang mitigasi bencana alam melalui kearifan lokal, seperti lewat budaya lokal. Karena bencana ini, bukan nanti sekarang terjadi tetapi sebelumnya sudah pernah,” kata Kepala Disperpusip Kota , Syamsul Saifudin.

Ia berharap, literasi mitigasi bencana berbasis kearifan lokal di kalangan masyarakat dapat meningkat, sehingga saat terjadi bencana masyarakat tidak panik menghadapi situasi itu.

Program tersebut, kata dia, berkaitan dengan program naskah kuno, dimana naskah kuno itu merupakan suatu buku berumur atau sudah diterbitkan selama 50 tahun atau lebih. Hal tersebut saat ini sedang diupayakan pihaknya.

“Namun ketahui budaya Kaili bukan budaya tulis, namun lebih kepada budaya menyampaikan atau tutura, sehingga kami mencoba hal-hal yang bersifat tutura ini bisa ditulis menjadi cerita-cerita rakyat dan bukan hanya menjadi cerita rakyat yang kedepannya akan hilang, tapi akan dibukukan. Olehnya, kami harap kegiatan ini menjadi cara bagi kita untuk dapat merealisasikan hal ini,” jelasnya.

Ia yakni, mitigasi bencana dapat tercapai dan naskah kuno terkait penelusuran dibutuhkan untuk tingkat SD maupun SMP dapat tercapai. Namun, prosesnya pasti perlu waktu dan harus terus menggali literasi dalam artian bersifat cerita.

“Seperti istilah-istilah, yakni secara likuifaksi itu nalodo ternyata ada juga peristiwa yang tenggelam di lumpur itu namanya nalonjo, ini dapat menjadi istilah yang menarik nantinya dan apakah harus disampaikan jawabannya tentunya harus, karena sebenarnya kaili itu sudah kaya dengan mitigasi bencana. Serta, adanya istilah itu otomatis kita dapat membuat penjelasan bahwa jika terjadi nalonjo atau nalodo apa yang harus dilakukan,” ucapnya.

Olehnya, Disperpusip berharap dengan adanya FGD kedepannya terlihat cerita mana saja dibutuhkan sekolah-sekolah. Apakah dalam bentuk komik atau cerita-cerita sederhana. Karena, kata dia, melalui cara tersebut, akan mempermudah para ahli mendokumentasikan kembali cerita rakyat, baik dalam bentuk keterkaitan terhadap bencana maupun secara lokal.

“Yang nantinya dapat menjadi buku-buku bacaan yang menarik, sehingga masa lalu dapat tersimpan denga baik,” ujarnya.

Sebagai tambahan, kegiatan FGD itu diisi tiga pemateri, yakni Iksam Djorimi selaku Arkeolog Sulteng, Arifuddin Arif dari Civitas Akademik UIN Datokarama, serta Jamrin Abubakar merupakan penulis dan pegiat literasi.ULU