RAYA – Ketua DPC Morowali, Nursabah mengajak semua elemen masyarakat untuk mewujudkan Pemilu yang damai, tanpa ujaran kebencian dan bebas dari narasi . Menurutnya, Pemilu merupakan pesta demokrasi yang menjadi hajat besar bangsa , melalui Pemilu, rakyat memiliki hak untuk memilih calon pemimpin serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat () yang akan duduk di parlemen.

“Saya yang aktif di ranah politik, dan pemangku kepentingan Pemilu memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Khususnya kepada masyarakat tentang pentingnya Pemilu yang bersih dari isu politik identitas, politisasi SARA, hoaks dan ujaran kebencian serta praktik money politik,” jelasnya, Sabtu (15/7/2023).

Nursabah mengajak seluruh elemen masyarakat harus mampu bekerja sama demi mewujudkan gelaran mendatang yang damai tanpa adanya intoleransi karena dapat bermuara pada radikalisme dan juga politik identitas yang sangat merusak iklim dan kondusivitas demokrasi Sulteng.

Masih adanya beberapa kelompok yang intoleran dan juga radikal, tentu juga sangat mempengaruhi bagaimana iklim berdemokrasi, utamanya menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang.

“Saya menaruh harapan besar kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk bisa berkompetisi dengan gagasan dan pengetahuan, jangan sampai para calon pemimpin yang mengikuti kontestasi Pemilu justru sama sekali tidak berkompetisi menggunakan gagasan mereka, melainkan menunggangi keuntungan akan politik identitas tertentu yang dibawa dan dimainkan,”jelasnya.

Menurut Nursabah, jika intoleransi serta praktik money politik masih terus ada, maka akan sangat mudah bermuara pada politik identitas dan juga mampu menyeret pola berpikir masyarakat menjadi tidak sehat, tidak memilih secara kualitas.

“Olehnya saya yakin kesuksesan Pemilu 2024 bukan sekadar indikator kualitatif. Kualitas pesta demokrasi juga harus diperhatikan. Selanjutnya, tantangan dalam Pemilu 2024 mendatang, salah satunya politik uang, masih jadi tantangan serius bersama dalam Pemilu 2024. Media juga merupakan salah satu dari empat pilar kebangsaan, dan tahapan Pemilu ini membutuhkan sosialisasi agar informasinya tersampaikan dengan baik ke masyarakat,”jelasnya.

Nursabah mengatakan, perlu kolaborasi antara TNI, Polri, dan sebagai penyelenggara Pemilu, dengan berbagai lembaga dan organisasi kemasyarakatan, guna menangkal narasi hoax atau berita yang tidak benar.

Nursabah juga menjelaskan tentang partisipasi politik sebagai manifestasi dari pada pemenuhan hak-hak kewarganegaraan, dengan begitu perempuan memiliki hak untuk melakukan perbaikan kehidupan dalam ranah politiknya.

Berbicara tentang perempuan dan laki-laki sebagai masyarakat warga negara, bukankah diantara keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tapi mengapa realitasnya berbeda, bahwa perempuan selama ini dianggap warga negara kelas dua seolah-olah tidak mampu memberikan kontribusi serta kehendak atas melibatkan dalam menentukan hak politik.

“Olehnya, sebagai perempuan dan juga kelompok minoritas tidak perlu takut memperoleh perlakuan atas diskriminatif, meskipun pada kenyataannya, di arena politik masih banyak terjadi maskulinitas sebagai peran publik. Kecenderungan inilah, yang menyebabkan lebih besarnya porsi laki-laki dalam ruang publik, sehingga demikian perempuan tidak memiliki ruang yang cukup besar pada gagasan-gagasan politik dan kenegaraan,”jelasnya. WAN