SULTENG RAYA- Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Dedy Askari mengungkapkan jika agenda reformasi yang digerakan oleh mahasiswa di tahun 1998 untuk menumbangkan orde baru hingga hari ini belum semuanya tuntas. 

Masih terdapat sejumlah catatan yang masih perlu diperhatikan karena belum berjalan sebagaimana tuntutan reformasi. “Begitu banyak capaian-capaian yang didapatkan pasca tumbangnya rezim orde baru berkat reformasi, namun di sisi lain juga masih terdapat sejumlah catatan yang masih perlu diperhatikan karena belum berjalan sebagaimana tuntutan reformasi,”sebut Dedy saat menjadi salah satu narasumber pada peringatan 25 tahun reformasi,  yang dilaksanakan oleh Pena 98 dan APTIKOM Sulawesi Tengah, di Aula STMIK Bina Mulia Palu, Sabtu  (6/5/2023).

Sebagai contoh katanya, di Sulawesi Tengah telah terjadi peningkatan ekonomi sebagai hasil Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang ada di Sulawesi Tengah.

PAD di satu sisi melonjak, namun di sisi lain angka kemiskinan juga masih tinggi. “Kondisi ini dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya kesejahteraan di Sulawesi Tengah itu hanya dinikmati oleh segelintir orang saja,”sebut aktivis 98 ini.

Selain itu katanya, bisa dilihat secara kasat mata aparat penegak hukum yang semestinya bertindak dan berbuat sebagai pelindung serta pengayom masyarakat, namun kenyataan di lapangan yang didapatkan mereka berubah wujud menjadi pelindung dan pengayom investasi.

Terkait peristiwa-peristiwa chaos antara masyarakat dan perusahaan daerah di Morowali Utara itu nyata, bahwa ada pergeseran nilai yang mestinya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, berubah arah menjadi pelindung dan pengayom investasi, mereka bertindak menjadi asisten investasi.

“Ia investasi dibutuhkan, tetapi bagaimana kemudian kehadiran investasi tidak serta merta mengabaikan keamanan, kesejahteraan, dan peluang-peluang kerja yang baik yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat,”tambah Dedy.

Untuk itu sebut Dedy, agenda reformasi sejak 25 tahun lalu belum bisa dikatakan tuntas, masih memerlukan sebuah perjuangan untuk menuntaskan agenda-agenda reformasi tersebut.

Sementara itu, akademisi sekaligus Ketua APTIKOM Sulteng, Ir. Burhanuddin Andi Masse,M.Kom menyampaikan bahwa reformasi 25 tahun ini memberikan ruang yang sebesar-besarnya terhadap pendidikan, sebagai contoh kebijakan 20 persen intervensi anggaran pemerintah untuk  pendidikan telah dirasakan masyarakat saat ini.

Selain itu, pemerintah juga telah memberikan ruang yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat untuk membuka institusi pendidikan sebagai bentuk wujud memberikan kebebasan kepada masyarakat terlibat dalam ikut membanguan Sumber Daya Manusia.

“Diskusi dan mimbar-mimbar akademik sudah bebas di mana-mana, baik di kampus-kampus maupun di luar kampus, jauh berbeda di saat orde baru, di saat kami masih kuliah, jangan harap ada diskusi seperti ini, bisa jadi kita diskusi hari ini malamnya sudah hilang atau dihilangkan,”sebut Burhanuddin. ENG