Oleh: Eka Firmansyah, S.Sos., M.Pd
(Dosen di FAI Universitas Muhammadiyah Palu, juga menjabat sebagai Ketua Bidang Dakwah dan Keagamaan di Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Palu)
Puasa adalah ritual klasik yang terdapat pada semua agama wahyu. Hal ini sebagaimana firman Allah, “kama kutiba ‘alal ladzina min qablikum”, (Q.S. Al-Baqarah (2):183). Puasa telah diinstruksikan kepada umat-umat terdahulu, yang notabene mereka telah menganut ajaran tauhid.
Jika kita merujuk pada tulisan Syamsuddin, seorang pakar filsafat Universitas Darusalam Gontor, beliau mengatakan bahwa puasa merupakan ibadah yang multifungsi dan multidimensi. Yang pertama fungsi konfirmatif, yaitu puasa merupakan bukti pengukuh keislaman dan keimanan. Kedua, fungsi purifikatif, yaitu orang berpuasa sesungguhnya mensucikan diri.
Ketiga, fungsi iluminatif, yaitu memperoleh pencerahan batin (ghayat an-nuraniyyah) dan peneguhan rohani serta berbagai kebajikan. Keempat, fungsi preserfatif, yaitu untuk Kesehatan tubuh. Kelima, fungsi transformatif, yaitu puasa berfungsi mengubah diri sesorang menjadi bertaqwa.
Sedangkan multidimensi puasa sebagaimana diuraikan oleh imam Al-Ghazali yaitu: pertama, dimensi eksoteris, dimana kita menahan diri dari makan-minum dan kegiatan seksual. Kedua, dimensi semi-esoteris, dimana seseorang tidak berpuasa perut dan kemaluannya saja melainkan juga panca indra dan anggota badan lainnya.
Ketiga, dimensi esoteris, dimana kita berpuasa total, mencekik syahwat badaniah dan syahwat batiniah sekaligus.
Puasa juga melahirkan gerakan sosial kebangsaan, sebagaimana dikutip dari ketua umum PP Muhammadiyah bapak Haidar Nashir, beliau berkata bahwa puasa akan membentuk diri kita menjadi insan yang bertaqwa, serta membentuk kita menjadi insan yang selalu menjaga persatuan, menjaga keutuhan hidup bersama. Ketika ada orang yang memancing keributan, maka sebagaimana dicontohkan Nabi dengan mengatakan “inni shoim” aku sedang berpuasa. Puasa menahan diri dari marah, menahan diri dari pertengkaran, ini bisa diproyeksikan ke dalam kehidupan sehari-hari. ketika ditubuh bangsa ini terjadi perselisihan, perbedaan pandangan politik, maka dengan puasa kita diajarkan untuk hidup rukun, untuk hidup bersaudara.
Ketika akhir-akhir ini kita digelisahkan oleh perilaku sebagian anak elit bangsa, yang hidup hedon dan penuh kemewahan, maka puasa ini bisa dijadikan sarana untuk menundukan diri kepada Allah, agar tidak tergolong orang-orang yang israf atau orang-orang yang berlebihan / melampaui batas. ****