SULTENG RAYA- Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Asrif, M.Hum mengatakan, terdapat 22 bahasa daerah di Sulawesi Tengah, kini semuanya mengalami kemunduran dan terancam punah.
Hal itu disebabkan karena kurangnya dukungan dari pemerintah, tidak adanya perda yang mengatur penggunaan bahasa daerah, kampenya bangga berbahasa daerah sangat terbatas, dan muatan lokal sporadis.
Ia menyebut, dari 22 bahasa daerah itu, dua diantaranya yang paling parah adalah bahasa Dampelas dan Bahasa Kaili. “Diantaranya kita bisa melihat dari fakta sehari-hari, bagaimana mahasiswa beretnis kaili, di kampus-kampus prekuensi penggunaan bahasa daerahnya sangat kurang,”sebutnya, usai pembukaan Rapat Koordinasi Antarinstansi dalam Rangka Implementasi Model Pelindungan Bahasa Daerah, di salah satu hotel di Kota Palu, Kamis (16/3/2023).
Oleh itu katanya, dalam Rapat Koordinasi tersebut melibatkan semua komponen, baik itu dari pemerintah provinsi, kabupaten, kota, masyarakat, maupun kebudayawan dengan tujuan untuk menyamakan pemahaman mengenai revitalisasi bahasa daerah dan kolaborasi untuk membuat rencana aksi yang akan dilaksanakan dalam persiapan revitalisasi bahasa daerah, agar tidak saling bertentangan dan simpang siur.
“Melalui ini, semoga bahasa daerah kembali menguat dan menjadi kebanggaan serta menjadi bahasa identitas,”sebutnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Prof. Aminudin Azis, MA. P.hd mengatakan, acara koordinasi ini menjadi satu langkah awal untuk menyamakan persepsi tentang rencana penyelenggaraan revitalisasi bahasa daerah di lima kabupaten di Sulawesi Tengah, yakni Kaili (Kota Palu dan Kabupaten Donggala), bahasa Pamona (Kabupaten Poso), bahasa Saluan (Kabupaten Banggai), dan bahasa Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan).
Dimana katanya tren daya hidup dari bahasa daerah itu tidak hanya di Indonesia mengalami penurunan melainkan terjadi di seluruh dunia, karena penutur hampir semua bahasa daerah jumlahnya selalu menurun dari waktu-kewaktu, karena dipengaruhi berbagai faktor. “Oleh karena itu menjadi kewajiban kita, jika melihat bahasa daerah ini adalah sebuah aset bangsa, maka itu kita perlu lestarikan,”sebutnya. ENG