SULTENG RAYA – Calon Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Akhmad Sumarling dan sejumlah pemilih hak suara dari Badan Pengurus Daerah (BPD), Pilar dan Badan Otonom Ikatan Wanita Sulawesi Tengah (IWSS) KKSS, menggugat hasil Musyawarah Wilayah (Muswil) ke-IV KKSS, di Kabupaten Banggai atas terpilihnya Ketua BPW KKSS Sulteng, H.Tjabani.
Diketahui, yang sudah memberikan tandatangan atau menyetujui dan sepakat mengajukan surat gugatan secara kolektif diantaranya, BPD KKSS Kota Palu, BPD KKSS Sigi, BPD KKSS Parigi Moutong, BPD KKSS Tolitoli, Pilar Enrekang, Pilar Bugis, Pilar Soppeng, Pilar Bone, Pilar Sidrap, Pilar Jeneponto, Pilar Gowa.
Sedangkan, untuk tandatangan melalui Pdf karena kendala jarak (jauh) yakni, DPD KKSS Poso, DPD KKSS Morowali Utara (Morut), DPD KKSS Bangkep, DPD KKSS Luwuk, DPD KKSS Donggala serta BPD KKSS Ampana. Selanjutnya, yang menyusul tandatangan diantaranya, Pilar Wajo, Pilar Sinjai, Pilar Barru, Pilar Luwu Raya, Pilar Maros dan Badan Otonom IWSS. Sehingga total 23 hak suara terdiri dari 10 BPD KKSS Kabupaten/Kota, 12 Pilar dan 1 Badan Otonom (IWSS) yang melakukan gugatan terhadap hasil Muswil ke-IV BPW KKSS yang dilaksanakan di Luwuk beberapa waktu lalu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, mereka menggugat ke Badan Pengurus Pusat (BPP) KKSS, sebab menilai hasil muswil tersebut, cacat hukum karena diduga melanggar AD/ART, PO organisasi serta filosofis KKSS.
Selain melakukan gugatan secara bersama-sama, juga memohon kepada Ketua Umum BPP KKSS dan jajaran pengurus untuk segera melakukan investigasi terkait adanya dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Muswil dan menunjuk caretacer untuk menyiapkan dan melaksanakan ulang Muswil BPW KKSS Sulteng yang bermartabat, terbuka dan sesuai AD/ART, demi persatuan dan kebersamaan warga KKSS di Sulteng.
Pemegang mandat Pilar Sidrap, Andi Ridwan menyebutkan, ada 23 hak suara/hal memilih terdiri dari 10 BPD KKSS, 12 Pilar dan 1 Badan Otonom melakukan gugatan kepada ketua umum BPP KKSS. “Dari 23 hak suara tersebut yang telah melakukan konfirmasi dan bertandatangan secara kolektif 11 orang. Lainnya menyusul masih dalam proses sebab terkendala jarak tempuh dan waktu dan sebagiannya bertandatangan lalui salinan digital,” sebut Andi Ridwan didampingi Ketua Umum Kerukunan Keluarga Turatea Jeneponto (KKTJ) Provinsi Sulteng, Akhmad Sumarling di salah satu kafe di Kota Palu, Rabu (1/3/2023) malam.
Ia menyebutkan, ada dua hal yang digugat pertama terkait prosedur dan kedua hasil. “Paling pokoknya hasil,” katanya.
Sebab menurutnya, berdasarkan hasil perhitungan suara, yang memiliki hak suara hanya 22, tapi setelah direkap, H. Tjabani memperoleh 11 suara, Husaema 7 suara dan Akhmad Sumarling 8 suara, totalnya 26 suara. “Ada empat suara menjadi kelebihan dan tanda tanya besar,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dari empat suara masih tanda tanya itu, dua diantaranya dari pusat, padahal pihaknya berkomitmen, pusat tidak memberikan hak suara terkecuali dalam muswil terjadi deadlock (buntu). “Ini menjadi keberatan kami,” katanya.
Hal lainnya kata dia, Ketua Umum Pengurus Wilayah KKSS Sulteng, H. Tjabani tidak punya hak suara, sebab kepengurusannya demisioner. Tapi pada saat muswil memberikan hak suara. Menurutnya, bila pemilihan itu dilakukan secara jujur dan adil (jurdil), sesungguhnya Tjabani mendapatkan 7 suara, Husaema 7 suara dan Akhmad Sumarling 8 suara. “Empat suara inilah cacat hukum, sebab dua diantaranya suara siluman,” katanya.
Lebih lanjut ujar dia, terkait prosedur hampir semua sesi pengambilan keputusan tidak ada surat keputusan (SK) ataupun berita acara pimpinan sidang, sekretaris dan anggota seperti pada saat laporan pertanggungjawaban (LPJ), perhitungan hasil suara, pengangkatan formatur dan lainnya. “Hampir semua kegiatan Muswil KKSS di Banggai tidak ada berita acara. Sehingga tidak memiliki dasar hukum pengurus pusat memberikan SK kepada mereka terpilih pada muswil,” jelasnya.
Lebih jauh pelaksanaan Muswil BPW KKSS Sulteng tidak dilaksanakan rapat/sidang komisi sebagaimana diatur dalam AD/ART guna menentukan kebijakan, program kerja dan rekomendasi organisasi untuk menentukan jalannya organisasi kedepan. “Hal ini membuktikan bahwa pelaksanaan muswil cacat prosedur dan terkesan dipaksakan,” ujarnya.
Sementara, Akhmad Sumarling menambahkan, meskipun sebagian ada ditandatangani, lalu salinan digital tidak mengurangi esensi materil gugatan. “Hanya kita jelaskan ke BPP KKSS terkendala jarak dan waktu tempuh kabupaten/kota di Sulteng, hingga dibuat pilihan seperti itu. Tapi esensinya sedikitpun tidak mengurangi bobot dan kadar gugatan itu sendiri,” tegas salah satu kandidat calon Ketua BPW KKSS Sulteng itu.
Ia juga menjelaskan, kaitannya dengan seperti dijelaskan oleh Andi Ridwan, ini merupakan multi efek adanya uang kontribusi bagi setiap kandidat Rp50 juta. “Dalam AD/ART KKSS dan termasuk PO tidak ada klausul menyatakan adanya uang kontribusi dari setiap kandidat. Jadi tidak ada dasarnya,” tegasnya.
Ia mengatakan, esensinya kalau digugat memenuhi syarat pidana dan perdata, sebab ada kesan pemerasan dan pemaksaan. Namun, selaku calon ketua KKSS kala itu Akhmad Sumarling, mengatakan tidak mengedepankan tuntutan pidananya, sebab dirinya memberikan ruang kepada anggota lainnya menggugat secara materil.
“Kami lebih fokus dulu pada gugatan materilnya bukan pada pidananya. Dan saya satu-satunya kandidat tidak menandatangani pernyataan bersedia memberikan kontribusi Rp50 juta dan meminta kembali pengembalian,” tuturnya.
Dan inilah menurutnya menjadi salah satu pemicu kekisruhan muswil. Selain itu, pemicu lainnya karena di dalam syarat ketua, dibuatkan klausul tidak ada diatur dalam AD/ ART pernah menjadi pengurus BPW atau BPD minimal satu tahun. “Artinya kalau itu dipersyaratkan yang boleh menjadi pengurus itu, itu itu saja, tidak boleh memasukkan orang lain,” ujarnya. */YAT