SULTENG RAYA – Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu menjatuhkan vonis pidana  1 tahun penjara kepada Basuki Mardiono mantan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Banggai Laut (Balut), terdakwa dugaan korupsi pembangunan stadion Banggai Laut 2020 yang merugikan keuangan Negara Rp525,6 juta, Jumat (17/2/2023).

Namun, pidana penjara tersebut tidak dijalani terdakwa, kecuali dikemudian hari terdakwa melakukan tindak pidana sebelum selesai masa percobaan 1 tahun dan 6 bulan. Selain pidana penjara terdakwa membayar denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan. Vonis hakim tersebut, lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa 2 tahun pidana penjara.

Putusan percobaan dalam Tipikor di Sulteng baru pertama kali terjadi dimasa kepemimpinan Johanis Hehamony selaku ketua Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu dan selama adanya pengadilan Tipikor di Sulteng sejak Oktober 2011.

Ketua majelis hakim, Johanis Hehamony menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar melakukan Tindak Pidana Korupsi dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Selain itu menyatakan, pidana penjara tersebut tidak usah dijalani, kecuali dikemudian hari terdakwa melakukan satu tindak pidana sebelum selesai masa percobaan 1 tahun dan 6 bulan, dan memerintahkan mengeluarkan terdakwa dari tahanan usai putusan dibacakan.

Putusan sama bagi terdakwa lainnya, juga dibacakan masing-masing dalam berkas berbeda, Sri Rahayu A Matoka. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Banggai Laut, Hania selaku konsultan pengawas, kecuali bagi Direktur PT. Bangkep Bangun Persada, Yostam Liise.

Atas putusan tersebut, JPU Asmah dan terdakwa menyatakan pikir-pikir. Ditemui usai sidang terdakwa, Basuki Mardiono melalui penasihat hukumnya Buhari menghargai putusan hakim, tinggal tergantung sikap klienya masih punya waktu 7 hari kedepan apakah menerima putusan atau menyatakan upaya hukum banding. “Sikap klien kami tadi masih pikir-pikir,” ucapnya.

Ditanya apakah keputusan tersebut sesuai, Buhari mengatakan selaku penasihat hukum tetap  menghargai. Tapi dari sisi mereka (Penasihat hukum) menurutnya, perkara tersebut kliennya bebas, karena tidak ada kerugian dialami negara dan keuntungan didapat pihak lain. “Tetapi malah kerugian didapat oleh penyedia jasa, sebab sudah mengerjakan 100 persen, tapi baru dibayarkan 20 persen,” sebutnya.

Lalu disandingkan fakta persidangan kata dia, ahli jasa konstruksi berpendapat pekerjaan dilaksanakan penyedia jasa sudah 100 persen, yang afkir 75 persen, memenuhi syarat 25 persen. “Sehingga ada kelebihan harus dibayar Pemda 5 persen, dihubungkan dengan ahli akuntan publik kami hadirkan, negara atau daerah harus membayar ke penyedia jasa Rp194 juta, berdasarkan hitungan ahli jasa konstruksi dari JPU,” tuturnya.

Namun, bila mengikuti perhitungan dari penyedia jasa kata dia, bisa saja lebih dari nominal nilai tersebut, sebab ada perbedaan perhitungan mengenai mutu beton. “Dari sisi kami mutu beton sudah sesuai standar, karena terbukti ada hasil laboratorium PUPR Banggai mutu beton 20 MP sesuai tercantum dalam kontrak,” jelasnya. */YAT