SULTENG RAYA- Fakultas Pertanian (Faberta) Universitas Tadulako telah mengumpulkan sebanyak 165 peneliti baik secara online maupun offline yang dikemas dalam bentuk International Conference membahas Masa Depan Pangan dan Pertanian di salah satu hotel di Kota Palu, Selasa (14/02/2023).
Selain para peneliti tersebut, juga menghadirkan keynote speaker diantaranya kepala badan standardisasi instrumen pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry, Palu Kristiansen (University of New England, Australia), sc.agr. Aiyen Tjoa (Agriculture Facutly of Tadulako University) Poonpipope Kasemsap (Kasetsart University, Thailand), dan Ingo Grass ( University of Hohenheim, Germany).
Dalam laporannya, Prof. Dr. Abdul Rahim, STP., MP selaku ketua panitia menyampaikan bahwa ke 165 orang peneliti tersebut berasal dari BRIN dan beberapa universitas lainnya seperti Universitas Mataram, Universitas Sebelas Maret, Universitas Musamus, Universitas Halu oleo, Universitas Mahaputa, Universitas Muhammad Yamin, Universitas Andalas, Universitas Mataram, Universitas Mahasaraswati Denpasar, Universitas Hasanuddin, Universitas Sumatera Utara, Universitas Palangka Raya, Universitas IPB, dan tentunya Universitas Tadulako.
Dikesempatan yang sama, Prof. Dr. Muhardi selaku Dekan Pertanian menuturkan bahwa Fakultas Pertanian harus memberikan kontribusi yang lebih konkrit dan bernilai bagi pembangunan pertanian global dan nasional yang tidak hanya dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia, tetapi juga dari aspek peningkatan dan penerapan teknologi pertanian yang secara langsung yang dapat bermanfaat bagi petani dan penduduk.
“Konferensi hari ini selain sebagai momentum dalam menjawab isu ancaman krisis pangan global, konferensi ini juga dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan tanggung jawab profesi peneliti untuk berperan dalam pengembangan Iptek Pertanian dan Sosial Ekonomi – Pertanian untuk kepentingan Nasional dan Provinsi Sulawesi Tengah,” sebut Prof. Dr. Muhardi.
Di tempat yang sama, Prof. Dr. Ir. Mahfudz, MP selaku Rektor menyampaikan topik konferensi kali ini adalah tentang tugas mendesak universitas, khususnya fakultas yang terkait dengan ilmu kehidupan seperti Pertanian, ilmu lingkungan, ilmu hewan dan lain-lain untuk berkontribusi dalam pengajaran dan pendidikan, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta konsep baru tentang produksi dan konsumsi berkelanjutan pangan manusia.
Karena manusai sering tidak selaras dengan alam dan ekosistem yang berkembang, produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan mengirimkan emisi yang meroket, dan merusak tanah, laut, serta udara sehingga mempersulit untuk memberi makan pada populasi yang terus bertambah.
“Kita tahu ketahanan pangan dan gizi adalah dasar dari kehidupan yang layak, dan pada tahun 2050, planet kita mungkin menjadi rumah bagi 9,1 miliar orang, lebih dari dua miliar lebih banyak dari hari ini. Di Indonesia, kita mungkin perlu memberi makan 331 juta orang pada tahun 2050,” sebut Prof. Mahfudz.
Prof. Mahfudz turut menambahkan, bahwa dengan naiknya harga energi akan menaikkan biaya makanan dan menggerogoti persediaan yang seharusnya dihabiskan orang untuk perawatan kesehatan atau pendidikan. Siklus ini seperti lingkaran setan yang memiskinkan tidak hanya korban langsungnya tetapi juga semua orang.
“Persediaan air kita semakin menipis, cuaca sering tidak bisa diprediksi dan ekstrim. Ketahanan pangan dan perubahan iklim sangat terkait satu sama lain. Kita harus membuat perubahan signifikan untuk menghasilkan pangan, dan universitas memainkan peran penting dalam meningkatkan sistem pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan,” ujar Prof. Mahfudz. *ENG