Oleh: SIGIT WIBOWO AM,SH / Kolumnis, Pemerhati Hukum Tata Negara dan Kebijakan Publik

Negara hukum selalu menuntut kepastian. Namun kepastian tanpa keberanian hanya akan melahirkan keraguan baru. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menjadi ujian bagi konsistensi pemerintah dalam menegakkan prinsip tersebut. Melalui putusan ini, MK secara tegas menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh lagi menduduki jabatan sipil, sekalipun atas dasar penugasan atau perintah Kapolri. Putusan itu bersifat final dan mengikat sebuah keputusan yang tidak memberi ruang bagi tafsir politik.

Konsekuensinya, seluruh peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan putusan ini harus segera diubah. Negara tidak boleh membiarkan hukum berjalan pincang hanya karena alasan pragmatis. Namun di balik kejelasan hukum tersebut, muncul satu pertanyaan yang menggantung di ruang publik bagaimana nasib para anggota Polri yang kini telah terlanjur duduk di jabatan sipil di kementerian dan lembaga? Apakah mereka harus segera ditarik, atau diberi masa transisi? Dan bagaimana memastikan tidak terjadi kekosongan jabatan strategis yang selama ini mereka tempati?

Dalam negara hukum, kepastian dan keadilan tidak boleh dipisahkan. Pemerintah wajib menindaklanjuti putusan MK sebagai bentuk penghormatan terhadap konstitusi. Ketiadaan langkah konkret pasca-putusan justru akan menciptakan anomali baru jabatan sipil yang diisi aparat aktif tanpa dasar hukum yang sah. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga pelanggaran etika kelembagaan. Setiap hari keterlambatan untuk menata ulang posisi tersebut sejatinya merupakan bentuk pembiaran terhadap pelanggaran konstitusi.

Namun realitas di lapangan tidak sesederhana mengganti nama dalam daftar jabatan. Para anggota Polri yang telah lama mengemban tugas di kementerian dan lembaga tentu memiliki rekam kontribusi yang tidak bisa diabaikan. Banyak di antara mereka telah bekerja profesional dalam bidang strategis, mulai dari keamanan siber, reformasi birokrasi, hingga penegakan hukum administratif. Karena itu, langkah transisi perlu dilakukan dengan hati-hati, bukan tergesa-gesa apalagi bermotif politik.