SULTENG RAYA-Usia 25 tahun biasanya menjadi masa awal anak muda merintis karier. Namun bagi Dr. Kadek Bramdhika Ada, S.M., M.M., CPOD.,CDMP  usia seperempat abad justru menjadi momentum Istimewa, di mana ia berhasil meraih gelar doktor Ilmu Ekonomi konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia dengan predikat cumlaude dari Universitas Tadulako.

Dengan IPK 3,96 dan lama studi hanya 2 tahun 2 bulan 29 hari, pencapaian Kadek bukan sekadar gelar akademik, melainkan kisah perjuangan panjang dari sebuah desa di Kabupaten Banggai hingga podium doktoral.

Kadek lahir pada 04 Oktober 1999 dan tumbuh di Desa Sindang Sari, Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai. Pendidikan dasar hingga SMP ia jalani di kampung halaman. Untuk melanjutkan SMA, ia harus menempuh perjalanan sekitar 100 kilometer ke Luwuk, tinggal bersama kerabat karena harus merantau.

Semangat merantau terus membawanya jauh dari kampung. Ia melanjutkan studi S1 dan S2 di Universitas Warmadewa, Bali. Tak hanya lulus tepat waktu, Kadek menorehkan prestasi sebagai mahasiswa terbaik. Konsentrasi studinya sejak awal tidak berubah, yakni manajemen sumber daya manusia.

“Sejak S1 hingga S2, saya selalu mengambil jalur yang sama, karena saya percaya manusia adalah aset paling penting dalam organisasi,” kata Kadek.

Namun jalan menuju gelar doktor tidak selalu mulus. Ia sempat gagal diterima di kampus lain. “Saya sempat down, namun karena tekad saya harus tetap lanjut maka setelah mendapatkan informasi tentang program doktor di Untad. Akhirnya saya memutuskan kembali ke tanah kelahiran,” ungkapnya.

Keputusan itulah yang kemudian mengantarkannya menjadi salah satu doktor termuda di Indonesia.

Prestasi Kadek tak bisa dilepaskan dari peran besar orang tuanya. Ayahnya, I Nengah Suwarka, mengabdi hampir 37 tahun sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Toili 3 meski hanya berpendidikan SMA. Ibunya, seorang guru, juga pernah bercita-cita melanjutkan kuliah, namun terbentur biaya.

“Orang tua saya dulu kesulitan sekolah, bahkan ayah saya sampai harus dibiayai kakak-kakaknya. Mereka berdua ingin anak-anaknya bisa sekolah setinggi mungkin. Cita-cita yang dulu tertunda, mereka titipkan kepada saya,” tutur Kadek.

Ayahnya menambahkan, perjuangan mendukung pendidikan anak tidaklah mudah. “Kami hanya berusaha semampunya, sebisanya. Kadek ini anak kedua dari tiga bersaudara. Melihat dia sampai garis doktor, rasanya perjuangan kami terbayar,” ucap I Nengah Suwarka dengan bangga.

Kadek mempertahankan disertasinya yang berjudul “Peran Core Self Evaluation dalam Memediasi Pengaruh Employee Well-Being terhadap Service-Oriented Organizational Citizenship Behavior dengan Moderasi Collectivist pada Karyawan Perusahaan Jasa di Kota Palu.”

Dalam sidang promosi doktor, ia diuji oleh para akademisi terkemuka, di antaranya Prof. Dr. Syahrir Natsir, S.E., M.Si. sebagai promotor, serta Prof. Dr. Bakri Hasanuddin, S.E., M.Si. dan Dr. Yoberth Cornelius, S.E., M.Si., CRHA sebagai co-promotor. Hadir pula penguji eksternal dari Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ria Mardiana Yusuf, serta Dr. Syamsuddin, S.E., M.Si, Dr. Muzakir, S.E., M.Si, Dr. Andi Iriani Ibrahim, S.E., M.M, dan Prof. Dr. Elimawaty Rombe, S.E., M.Si sebagai penguji internal.

Meski sudah mengantongi gelar doktor, Kadek menegaskan pencapaian ini bukan akhir.

“Saya ingin bukan hanya sekadar hidup mapan secara finansial. Saya ingin karya yang saya hasilkan bisa berguna bagi orang banyak. Gelar ini saya anggap sebagai pintu masuk untuk memberi dampak lebih luas,” katanya.

Kadek juga ingin mendorong anak muda agar lebih percaya diri menempuh pendidikan. “Tidak perlu dibanding-bandingkan. Setiap anak punya potensinya masing-masing. Tugas orang tua dan orang-orang di sekitarnya adalah memberi dukungan,” ujarnya.

Bagi Kadek, pendidikan adalah jalan panjang yang penuh perjuangan. Ia meyakini, keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi. Dukungan orang tua, kerja keras, dan tekad kuat bisa menjadi bekal untuk menembus batas.

“Kalau saya yang berasal dari desa kecil bisa sampai ke titik ini, anak-anak lain juga pasti bisa. Pendidikan adalah investasi paling berharga,” tandasnya.

Dengan gelar doktor di usia 25 tahun, Kadek Bramdhika tidak hanya menorehkan prestasi pribadi, tetapi juga memberikan inspirasi, bahwa setiap mimpi, seberapapun tingginya, bisa dicapai dengan tekad yang tidak pernah padam.ABS