SULTENG RAYA – Berdasarkan data dan catatan Badan Meteorologi Dunia (WMO), pada 2023 merupakan suhu terpanas dalam sejarah modern dengan suhu naik mencapai 1,5 derajat celcius. Kondisi pemanasan global ini semakin menghawatirkan, karena angka tersebut diperkirakan baru terjadi di 2050 berdasarkan kesepakatan Paris.

“Salah satu penyumbang utama pemanasan global adalah karbon dioksida  (CO2) yang memiliki waktu tinggal di atmosfer 32 tahun. Setiap kita membakar sampah atau menggunakan bahan bakar fosil dampaknya terasa hingga puluhan tahun kedepan,”demikian dikatakan Kepala Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Lore Lindu Bariri, Asep Firman Ilahi,saat Diskusi Publik yang digelar IJTI Sulteng dalam rangkaian Musda ke-V di salah satu hotel di Kota Palu, Sabtu (17/5/2025).

Asep mengatakan, dari catatan dimiliki SPAG Lore Lindu Bariri, dari 2017 hingga 2024 konsentrasi empat gas rumah kaca utama diwilayah tersebut terus meningkat; karbon dioksida (CO2), metana (CH2),dinitrogen oksida (N2O),dan sulfur heksafluorida (SF6)..

“Tren ini konsisten tanpa menunjukkan penurunan atau melandai,”katanya. 

Kondisi tersebut menurutnya ,diperparah oleh tingginya aktivitas industri pertambangan dan energi di wilayah tersebut. Data 2004 mencatat sektor industri menyumbang sekitar 37,6 gigaton CO2 secara global.

“Namun sektor penyumbang terbesar adalah sektor energi,terutama pembangkit listrik berbasis batu bara dan diesel,”jelasnya.