SULTENG RAYA-Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof. Amar, mengungkapkan keluhannya mengenai pemotongan anggaran yang dilakukan secara tidak proporsional pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Keluhan itu disampaikan Prof. Amar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Majelis Rektor Indonesia dan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Kamis (27/02/2025) dikutip dari Cenel Sulawesi.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Amar menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang “dipukul rata” kepada seluruh PTN, yang menurutnya sangat merugikan.

“Efisiensi ini sebenarnya berupa pemotongan anggaran PTN hingga 50%, ya ? sementara untuk operasional kita, sekitar 83 hingga 84% tidak bisa dipakai. Bahkan dana dari BLU dan UKT mahasiswa kita juga 44% tidak bisa dimanfaatkan. Teman-teman di politeknik pun mengalami pemotongan besar, hingga 60% dari total anggaran 100 miliar. Bagaimana kami bisa beroperasi dengan kondisi seperti ini?,” ucap Prof. Amar.

Menurut Prof. Amar, meskipun dalam Instruksi Presiden (Inpres) dinyatakan bahwa anggaran untuk PTN tidak akan dipotong, kenyataannya pengurangan anggaran yang diterima sangat drastis dan merugikan kelangsungan operasional kampus.

Ia meminta agar ada relaksasi anggaran dan penyesuaian kembali, terutama dalam hal pendanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil masing-masing institusi.

“Kami di Universitas Tadulako sendiri, pasca-bencana 2018, masih beroperasi di kantor sementara dan belum menggunakan rektorat yang sebenarnya. Ini adalah kenyataan yang kami hadapi. Pemotongan anggaran yang dilakukan sangat tidak adil, karena tidak memperhitungkan kondisi spesifik setiap perguruan tinggi,” tegas Prof. Amar.

Mantan Dekan Fakultas Teknik Untad itu juga menjelaskan bahwa pendidikan tinggi adalah investasi jangka panjang dan keberlanjutannya harus dijaga untuk menuju Indonesia Emas.

Ia menekankan bahwa meskipun KIP tidak dipotong, namun dengan terbatasnya anggaran operasional, pendidikan akan sulit berkembang.

“Kalau kami tidak bisa memenuhi kebutuhan operasional kampus, bagaimana mahasiswa akan bisa kuliah dengan baik? Kami dari Untad sangat membutuhkan anggaran yang lebih realistis, terutama pasca-bencana yang masih menyisakan banyak kekurangan. Tahun lalu saja kami harus menutupi kekurangan gaji sebesar Rp11 miliar, tahun ini dengan tambahan CPNS dan P3K, kami kekurangan hingga Rp43 miliar. Kami ingin solusi, dan berharap kebijakan ini dipertimbangkan kembali,” pintanya.

Prof. Amar menutup pernyataan dengan harapan agar kebijakan pemotongan anggaran tidak terus-menerus diberlakukan tanpa mempertimbangkan kondisi spesifik masing-masing kampus, dan meminta agar ada perhatian lebih terhadap perguruan tinggi yang sedang berjuang untuk pulih pasca-bencana.

“Semoga ini menjadi perhatian kita bersama demi kemaslahatan pendidikan tinggi di Indonesia,” pungkasnya.*ENG