“PPR tersebut merekomendasikan agar Tempo mengganti judul poster, meminta maaf, melakukan moderasi konten, dan melaporkan pelaksanaan rekomendasi kepada Dewan Pers. Tempo telah memenuhi rekomendasi tersebut dalam batas waktu 2×24 jam,” kata Muhajir.
Namun, Amran tetap mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt:G/2025/PN JKT SEL, menilai Tempo tetap melakukan perbuatan melawan hukum menyebabkan kerugian materil dan immaterial bagi Kementerian Pertanian.
Menurutnya, sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Langkah Menteri Amran menggugat Tempo ke pengadilan menunjukkan kekeliruan dalam memahami kedudukan pers sebagaimana diatur undang-undang.
“Sengketa pers memiliki dua mekanisme penyelesaian, yakni melalui hak jawab atau hak koreksi, serta mediasi di Dewan Pers. Gugatan senilai Rp200 miliar tersebut merupakan bentuk upaya pembungkaman dan pembangkrutan media. Ini juga berbahaya bagi kebebasan pers secara umum,”ujarnya.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/1 2024, kata Muhajir, tuduhan pencemaran nama baik hanya dapat diajukan oleh individu, bukan lembaga pemerintah. Mirisnya, penggugat adalah Menteri Pertanian, yang seharusnya menjalankan kewajiban untuk memenuhi hak publik atas informasi. AMR