Akibat kejadian tersebut, saksi korban mengalami kerugian materiil sekitar Rp15.000.000, namun demikian, kedua belah pihak telah menempuh jalur perdamaian secara kekeluargaan. Tersangka telah meminta maaf secara langsung dan korban menerima permintaan maaf tersebut dengan ikhlas, serta bersama-sama menyatakan agar permasalahan tidak dilanjutkan ke proses persidangan.
Laode mengatakan, dalam ekspose tersebut, turut dijelaskan alasan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif didasarkan pada pertimbangan bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, menyesali perbuatannya, serta merupakan tulang punggung keluarga yang menanggung biaya pendidikan tiga adiknya.
“Proses perdamaian dilakukan secara sah di hadapan Pemerintah Desa setempat, dihadiri oleh tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintahan,” jelasnya.
Dia melanjutkan, restorative Justice merupakan upaya memulihkan kembali keseimbangan sosial dan keadilan bagi para pihak, yang menekankan pentingnya nilai kemanusiaan dan moralitas hukum yang menjadi ruh dari kebijakan penegakan hukum Kejaksaan RI.
Dengan disetujuinya permohonan penghentian penuntutan tersebut, perkara resmi diselesaikan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), sehingga diharapkan menjadi contoh penerapan hukum yang berkeadilan, edukatif, dan berkepribadian Indonesia. AMR




