“Kita harus tunjukkan kepedulian, bukan hanya reaksi setelah ada korban. Mari kita mulai dari Sulawesi Tengah, dari desa-desa kita sendiri,” pungkasnya.
Sementara itu, perwakilan BP3MI Sulteng, Mustakim, menjelaskan bahwa lembaganya terus memperkuat perlindungan pekerja migran melalui pendekatan edukatif dan preventif.
“Setiap pekerja migran berhak pulang dengan aman dan bermartabat. Selain penanganan kasus, kami juga fokus pada sosialisasi pra-keberangkatan hingga pemulangan,” terangnya.
BP3MI Sulteng juga tengah menyiapkan Rumah Ramah Pekerja Migran dan akan menetapkan empat Desa Migran Emas di Kabupaten Sigi: Pesaku, Sibowi, Kaleke, dan Langaleso. Program ini dilengkapi dengan konseling dan pelatihan agar masyarakat memiliki keterampilan produktif dan tidak mudah tergiur tawaran kerja ilegal.
Dari sisi penegakan hukum, Kanit Unit 2 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Sulteng, AKP Dicky Armana Surbakti, S.T.K., S.I.K., M.H., menyampaikan bahwa kepolisian terus menindak tegas pelaku TPPO.
“Sejak 2023 hingga 2025, kami telah menahan sejumlah agen perekrut ilegal dan melengkapi berkas perkara sampai ke kejaksaan. Modus perekrutan kini semakin canggih, banyak melalui media sosial dan jaringan keluarga, karena itu edukasi masyarakat sangat penting,” ungkapnya.
Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3A Sulteng, Diana Adam Pattalau, S.Sos., M.Si., juga menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam memperkuat Gerakan Keluarga Indonesia Anti-Trafficking (Griat) sebagai bentuk nyata perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Audiensi ini diakhiri dengan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah, TP PKK, BP3MI, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam mencegah tindak pidana perdagangan orang dari hulu hingga hilir. *WAN