SULTENG RAYA – Sekretaris Majelis Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Sulawesi Tengah, Dr. Isnada Waris Tasrim, M.Pd, hadir sebagai narasumber dalam Seminar Feminisme yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Jumat (17/10/2025).
Selain Isnada, juga turut menghadirkan Dr. Surni Kadir, M.Pd.I, selaku Koordinator Penelitian pada Majelis LPPA PWA sebagai pemateri.
Dalam pemaparannya, Isnada menegaskan bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menduduki posisi strategis dalam kepemimpinan, baik di ranah sosial, pendidikan, maupun organisasi. Ia mengutip firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 97, bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk berbuat kebaikan dan mengaktualisasikan potensi terbaiknya di tengah masyarakat.
“Perempuan adalah sekolah pertama bagi manusia. Dengan karakteristiknya yang multitasking, perempuan memiliki kapasitas luar biasa untuk memainkan peran kepemimpinan dalam manajemen organisasi,” ujar Isnada dalam seminar yang berlangsung di Auditorium Museum Kota Palu itu.
Isnada kemudian memaparkan sejumlah tantangan yang masih dihadapi perempuan dalam mengembangkan karier kepemimpinannya. Ia menyebutkan, ketimpangan gender masih terjadi, terutama dalam posisi manajerial dan strategis. Padahal, menurutnya, kepemimpinan perempuan menghadirkan nilai-nilai inklusivitas, empati, dan kolaborasi yang sangat dibutuhkan dalam organisasi modern.
Mengutip Global Gender Gap Report (World Economic Forum, 2023) dan laporan McKinsey (2020), Isnada menjelaskan bahwa minimnya representasi perempuan, sistem promosi yang bias gender, stereotip sosial, norma patriarkal, serta beban ganda dan imposter syndrome menjadi penghambat utama berkembangnya kepemimpinan perempuan. Selain itu, akses terhadap jaringan dan mentoring yang terbatas juga turut memperlambat proses peningkatan kapasitas kepemimpinan perempuan di berbagai sektor.
Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, Isnada menawarkan tiga pendekatan strategis.
Pertama, pendekatan organisasi, dengan mendorong kebijakan yang lebih inklusif, penerapan sistem mentoring dan coaching, serta penilaian objektif berbasis kompetensi, bukan gender.
Kedua, pendekatan individual, melalui pengembangan soft skills, self-branding, dan penguatan jaringan profesional (networking) yang mampu memperluas peluang perempuan untuk tampil dalam posisi kepemimpinan.
Ketiga, pendekatan sosial, dengan memperkuat regulasi afirmatif, kampanye kesadaran gender, dan dukungan lingkungan sosial yang berpihak pada kesetaraan.
“Organisasi perlu membangun budaya yang inklusif dan meritokratis. Diperlukan pula investasi yang berkelanjutan dalam pengembangan kepemimpinan perempuan serta sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil,” tegas Isnada.
Ia menutup paparannya dengan menekankan bahwa kemajuan organisasi dan bangsa akan lebih cepat terwujud jika perempuan diberi ruang dan kesempatan yang sama dalam memimpin. “Ketika perempuan dan laki-laki sama-sama diberi peluang untuk berkembang, maka kita sedang membangun ekosistem kepemimpinan yang berkeadilan, berdaya, dan berkelanjutan,” ujarnya menandaskan.ENG