SULTENG RAYA – Advokat M. Wijaya S., S.H., M.H bersama Eko Agung, S.H, yang bernaung di Kantor Hukum JAYA & JAYA LAW FIRM yang berkedudukan di Kota Palu, menolak dan membantah secara tegas Somasi (Teguran Hukum) dari Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Baabul Khair Poso, tertanggal 9 Oktober 2025.
“Bahwa kami menolak dan membantah dengan tegas seluruh dalil Somasi Pondok Pesantren yang mengklaim telah terjadi penyelesaian damai pada 12 dan 16 Agustus 2025. Faktanya, tidak pernah ada kesepakatan damai yang substantif dan mengikat secara hukum,” kata M. Wijaya S., S.H., M.H melalui rilisnya yang diterima Sulteng Raya pada Rabu (15/10/2025).
Klaim perdamaian itu kata Jaya sapaan akrabnya, dipandangnya sebagai ilusi penyelesaian masalah (illusory settlement) dan defectus substantiae atau cacat substansi yang secara nyata bertujuan mengeliminasi tanggung jawab institusional. “Lebih jauh, kami menolak ancaman tuntutan Pidana UU ITE dan prosedur penyelesaian Somasi yang tidak transparan yang bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum (Beginsel van Rechtszekerheid),” tegas Jaya.
Selain itu, Advokat Jaya selaku Kuasa Hukum dari Nur Rabiathul Adawiah W, orang tua dari anak Nuant Chandra Askari, menilai Somasi itu adalah tindakan intimidasi hukum (menacing) yang berupaya melakukan kriminalisasi (kriminalisering) terhadap orang tua korban.
“Sangat disayangkan, sosok ikon Pimpinan Pondok Pesantren yang seharusnya mengedepankan kebijaksanaan, mencari jalan keluar, dan solusi yang beretika atas permasalahan kekerasan yang menimpa santrinya, justru memilih untuk melayangkan Somasi kepada klien kami dengan ancaman pidana dan gugatan perdata. Tindakan ini tidak sepantasnya dilakukan dan mengindikasikan pengabaian terhadap nilai-nilai edukasi,” kata Jaya didampingi Eko, Rabu (15/10/2025).
Jaya menegaskan, sebagai respon aktif terhadap intimidasi itu, dirinya bersama rekannya Eko Agung telah mendatangi dan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian Resor (Polres) Poso pada Rabu (15/10/2025), untuk memastikan proses hukum terhadap laporan pengaduan kliennya itu dapat berjalan efektif.
“Tindakan klien kami adalah manifestasi dari pelaksanaan Parental Duty dan hak konstitusional (ius constituendi) untuk mendapatkan perlindungan hukum. Kami mempercayakan sepenuhnya kasus ini kepada pihak Kepolisian, berlandaskan prinsip Asas Keadilan (Rechtvaardigheidsbeginsel) dan profesionalisme aparat penegak hukum,” jelas Jaya.
Jaya menegaskan, telah memberikan Peringatan Hukum Balik kepada Pimpinan Pondok Pesantren Baabul Khair Poso dengan menuntut Accountability Institusi. Menurutnya, Pondok Pesantren terikat pada Asas In Loco Parentis yang mewajibkannya menjamin perlindungan santri. Somasi yang dilayangkan pimpinan pondok pesantern secara tegas menunjukkan indikasi adanya kelalaian (negligence) institusional dan penolakan pertanggungjawaban (accountability).
“Oleh karenanya, kami menegaskan kesiapan untuk menempuh jalur hukum secara komprehensif yakni mendukung proses Pidana yang sedang diusut Polres Poso dan mengajukan Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata untuk menuntut ganti rugi dan pemulihan nama baik (Restitutio In Integrum) bagi anak korban,” tegasnya.
Selain itu, Jaya juga telah menembuskan Jawaban Somasi tersebut kepada Menteri Agama RI c.q. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, KPAI, DPR RI Komisi VIII, dan seluruh aparat pengawas terkait.*/YAT