Berbeda di awal-awal terbentuknya café UMKM di Hutan Kota Palu, tahun 2019 atas perintah Wali Kota Palu saat itu semua pelaku UMKM dipusatkan di hutan kota, sehingga masyarakat tidak banyak pilihan tempat nongkrong selain hutan kota. “Saat ini sudah banyak tempat lain yang buka, makanya sepi,”ujar Guslan, salah seorang pelaku UMKM peserta FGD.

Selain itu sebutnya, modal pemilik café UMKM hutan kota juga mulai terkuras akibat pengeluaran dan pemasukan yang tidak seimbang, pemasukan yang ada hanya untuk menutupi pengeluaran malam sebelumnya. Kondisi tersebut telah terjadi beberapa tahun terakhir.

Hal yang sama diungkapkan Suryani juga salah seorang pelaku UMKM peserta FGD, sebelumnya sekitar 67 pelaku UMKM di hutan kota, namun kini yang tersisa tinggal sedikit, satu persatu mereka tutup akibat kurangnya pengunjung.

Berbagai upaya yang telah dilakukan agar menarik pengunjung, seperti menyediakan fasilitas karaoke hingga lighting (penerangan) yang menarik, namun itu semua belum cukup menarik pengunjung. Bahkan tidak sedikit diantara pemilik café menyewa jasa influencer dan content creator mempromosikan cafenya. Namun semuanya itu belum memberikan dampak yang signifikan.

Namun disisi lain, dari FGD ini juga terungkap jika menu yang disediakan oleh para pelaku UMKM ini relatif seragam, sehingga pengunjung tidak memiliki banyak pilihan alternatif. 

Para pelaku UMKM berharap, pemerintah bisa memberikan solusi agar pelaku UMKM di hutan kota dapat kembali bangkit seperti di awal-awal terbentuknya UMKM hutan kota, apa lagi mereka ini rata-rata korban tsunami (peristiwa 2018).

Seperti memusatkan kembali pelaku UMKM di hutan kota dan memberikan peluang kredit usaha bunga rendah.

Ketua Tim Peneliti Dr. Rukhayati, SE., MM mengucapkan terimakasih kepada para pelaku UMKM tersebut, karena telah berkenan meluangkan waktu dan hadir di dalam FGD memberikan masukan terkait penyebab sepinya pengunjung di hutan kota.

“Semoga kelak hasil riset kami akan menjadi masukan yang bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan,”ujar Rukhayati. ENG