Tak mudah bagi Rina untuk memilah sampah. Kadang tanpa sadar, ia meletakkan bekas tisu atau kaleng ke wadah sisa makanan (organik). Pun sebaliknya. Namun dari kebiasaan kecil inilah ia belajar kedisiplinan. “Lambat laun, akan terbiasa,” katanya.

RAHMAT KURNIAWAN / SULTENG RAYA

Rina adalah istri dari Ashadi Cahyadi – Ketua RT 4 Kelurahan Magani, Sorowako sekaligus karyawan PT Vale. Ia menjadi saksi betapa program emberisasi dari perusahaan tempat suaminya bekerja mengubah cara pandangnya terhadap sampah, membuat dirinya menjadi teliti soal pilah-pilah sampah.

Bagi Rina, program ini memang harus dimulai dari keluarganya, sebelum akhirnya menular ke masyarakat.

Program emberisasi menjadi salah satu program PT Vale untuk lebih concernterhadap isu pengelolaan sampah sejak dari tingkat tapak. Diluncurkan Desember 2024, program ini didapuk sebagai pilot projectyang kelak akan diadopsi ke masyarakat lingkar tambang. Tujuannya sederhana, menumbuhkan kesadaran bahwa sampah masih bisa memberi manfaat, bahkan memiliki nilai ekonomi, bila dikelola dengan benar.

“Kita sebagai keluarga PT Vale, kita menggalakkan ini,” tuturnya saat mendapatkan kunjungan dari puluhan jurnalis yang mengikuti Media Visit PT Vale 2025, Sabtu (26/7/2025).

Sang suami, Ashadi Cahyadi melihat manfaat serupa. Ia yakin program emberisasi dapat diterima baik oleh masyarakat. Namun, ia mengakui, tantangan justru datang dari hal kecil yakni konsistensi. Di kediamannya, tempat sampah sudah dibagi menjadi tiga – organik, residu, dan basah.

“Anak-anak yang agak sulit diberi pengertian. Tapi itu tugas kita untuk mengingatkan, merapikan kembali sampai mereka terbiasa,” ujarnya.

Enviroment Engginer PT Vale, Lionie Butar Butar menjelaskan, program emberisasi merupakan inovasi pengelolaan sampah organik. Saat ini, ada 100 kepala keluarga (KK) yang menjadi demplot penerapan program.

Setiap hari, sampah yang dipilah diangkut petugas ke Segregation Plant, sebuah fasilitas berkonsep TPS3R (reduce, reuse, recycle) milik PT Vale. Sebagian lagi akan dibawa ke biodigester nickel (Bioni) di kawasan kuliner Puja Sera, Simpang Tiga Magani, Sorowako – fasilitas CSR perusahaan yang mengelolah sampah organik menjadi gas metan dan pupuk organik cair (POC) yang dimanfaatkan pelaku usaha.

“Ada 100 kilogram (kg) sampah organik per hari yang kami hasilkan dari emberisasi. Hasilnya akan menjadi pakan maggot dan kompos di Segregation Plant. Menjadi gas metan dan POC di Bioni,” kata Lionie.

Pengelolaan di Segregation Plant

Segregation Plant menjadi jantung pengelolaan sampah PT Vale. Fasilitas ini didapuk sebagai tempat pemrosesan akhir (TPA) yang mampu menampung 10 sampai 20 ton sampah per hari, dikumpulkan dari Kecamatan Sorowako.

Pemilahan sampah di Segregation Plant PT Vale. FOTO: RAHMAT KURNIAWAN

Senior Manager Environment Operation PT Vale, Muh. Firdaus Muttaqi mengatakan, pemilahan sampah di Segregation Plant cukup beragam – mulai dari organik, anorganik, serta B3.

Ia mengatakan, Segregation Plant mampu menghasilkan 500-700 kg sampah organik yang dijadikan pakan maggot dan pupuk kompos. Sedangkan sampah anorganik, PT Vale menggandeng bank sampah dan BUMDes.

“Kompos kami manfaatkan sendiri untuk kebutuhan reklamasi. Sedangkan anorganik seperti botol, scrab besi itu nilai ekonominya masih tinggi. Jadi kami donasikan ke komunitas lingkar satu tambang, setiap bulan. Mereka kemudian menjual itu ke perusahaan penampung untuk diolah kembali,” kata dia.

Ia menambahkan, program di Segregation Plant berpotensi diperluas dengan pembentukan TPS3R di kecamatan lain, melalui kolaborasi dengan komunitas dan pemerintah daerah.

“Kami mendorong Pemda agar membentuk hal serupa. Sehingga model yang kami jalankan bisa diterapkan di lokasi lain, bukan hanya Kecamatan Sorowako. Ini masih on going,” tutur Muh. Firdaus Muttaqi.

Pengelolaan di Bioni

PT Vale juga menjalankan program Bioni sebagai bagian dari CSR, berlokasi di kawasan kuliner Puja Sera, Simpang Tiga Magani. Program ini sekaligus menjadi kampanye keberlanjutan dan pengelolaan sampah organik, serta wujud nyata komitmen Perseroan mencapai target zero waste to landfillpada 2050.

Fasilitas Bioni di kawasan kuliner Simpang Tiga Magani, Sorowako. FOTO: RAHMAT KURNIAWAN

Manager Environment PT Vale, Umar Kasmar, menjelaskan, program ini berangkat dari hasil riset pemilahan sampah di Segregation Plant PT Vale, yang menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen sampah – dibuang ke TPA merupakan sampah organik.

“Sampah organik ini kami olah dengan metode anaerob, menggunakan bakteri untuk menghasilkan gas metan. Gas ini sangat rendah tekanannya sehingga aman digunakan untuk kebutuhan rumah tangga atau untuk usaha,” ujar Umar.

Selain gas, proses biodigester juga menghasilkan POC yang dapat dimanfaatkan masyarakat. “Harapan kami ini bisa jadi media komunikasi ke masyarakat bahwa sampah bisa dimanfaatkan jika dipilah dengan baik sejak awal,” katanya.

Biodigester yang ditempatkan di Pasar Magani ini mampu mengolah hingga 100 kg sampah organik per hari. Gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk empat tungku kompor secara bersamaan selama enam jam, sementara POC yang dihasilkan mencapai 40–50 persen dari total bahan yang diolah.

Pemilihan Pasar Magani sebagai lokasi program dilakukan karena merupakan area publik yang mudah diakses oleh masyarakat. Selain itu, lokasi tersebut cukup dekat dengan sumber-sumber sampah organik yang merupakan bahan baku utama pembuatan biodigester.

Subuah Ikhtiar

Ekosistem pengelolaan sampah yang dibangun PT Vale menjadi contoh bahwa hal yang dipandang sebelah mata ternyata punya nilai manfaat jika dikelola dengan bijak.

Sampah pada ekosistem ini seakan menjadi “tambang baru”: tambang kesadaran, tambang ekonomi, dan tambang keberlanjutan.

Emberisasi dari rumah tangga, pemilahan di Segregation Plant, dan pengolahan di Bioni – terhubung dalam satu harmoni. Bergerak menyatukan keluarga, komunitas, dan perusahaan dalam misi bersama yakni menjadikan sampah bukan lagi masalah, tetapi sumber daya.

Jika ini konsisten, tak menutup kemungkinan Sorowako bukan hanya dikenal sebagai daerah nikel, tapi juga sebagai pionir daerah nol sampah di Indonesia – sebuah legacy atas sistem solid di masa depan, lahir dari kedisiplinan sederhana, memilah sampah dari rumah. ***