Oleh : Hisbullah Al Barzanji (Koordiv. HP2H – Bawaslu Kab. Sigi)
Dengan dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Banggai serta Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong, menjadi penanda berakhirnya pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah sarana kedaulatan rakyat yang sukses melahirkan “Para Pemimpin Sulawesi Tengah” hari ini.
Walau di beberapa daerah masih menyelenggarakan PSU-Pemilihan Suara Ulang- hasil putusan sengketa di Mahkamah Konstitusi yakni Provinsi Papua, Kabupaten Barito Utara, serta Kabupaten Boven Digoel. Juga PU Pemilihan Ulang akibat dari menangnya kotak kosong di Kota Pangkal Pinang dan Kabupaten Bangka Belitung.
Dan ditengah penyelarasan program-program Pemerintah Pusat dan Daerah, serta rancangan-rancangan program pembangunan daerah, Evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 semakin hangat diperbincangkan di pelbagai ruang publik oleh berbagai kalangan.
Hasil diskusi beberapa waktu lalu bersama Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem) selaku Pemohon No. 135/PUU-XXII/2024 di MK.
Dalam telaah yang dilakukan oleh Perludem -Perkumpulan untuk Pemilu & Demokrasi; Pemantau Pemilu-, bahwa Argumentasi/Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan 135/PUU-XXII/2024, yakni;
Pertama,Tumpang tindihnya tahapan Pemilu dan Pilkada. Impitan tahapan Pemilu dan Pilkada mengakibatkan terjadinya penumpukan beban kerja penyelenggara pemilu yang berpengaruh pada kualitaas penyelenggaraan pemilu.
Kedua,Desain Kelembagaan Pemilu. Tidak lagi melakukan rekrutmen penyelenggara di tengah berlangsungnya tahapan. Juga adanya kekosongan waktu yang relatif panjang bagi penyelenggara pemilu, beban kerja menumpuk paling lama sekitar 2 tahun.
Ketiga, Pelembagaan Partai Politik. Implikasi kepada partai politik yang harus menyiapkan kader secara instan dan banyak disemua jenjang pemilu.