Sebenarnya, dengan kehadiran Dana Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah sangat membantu Madrasah Swasta, bantuan pemerintah itu sangat membantu untuk membiayai gaji guru namun tentu sangat terbatas, mengingat dana BOS itu harus membiayai lebih dari satu item, jumlahnyapun sesui dengan jumlah peserta didik.

Selain itu sebut H. Muchlis, banyak yayasan yang menaungi lembaga pendidikan Islam itu yang tidak berperan dalam hal pendanaan, kebanyakan yang berperan adalah kepala Madrasahnya yang harus berpikira mencari dana.

“Sebenarnya ini adalah peran yayasan, kepala sekolah harus fokus pada akademik,”sebutnya.

Sinkronisasi data antara pihak kemenag dan dinas pendidikan, juga masih menjadi persoalan yang mesti diurai. Saat ini banyak tercatat data siswa putus sekolah, kondisi tersebut tidak sesuai dengan kondisi lapangan, karena masuk di madrasah, hanya saja tidak terdata di dinas pendidikan.

Dr. H. Faisal Attamimi menegaskan jika dikotomi lembaga pendidikan negeri dan swasta semestinya tidak ada, mengingat di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dikotomi itu tidak ada. “Negara harus memperlakukan sama lembaga pendidikan negeri dan swasta,”tegasnya.

Syamsu Nursi menambahkan, jika kebijakan Kanwil Kemenag Sulteng sangat terbatas dalam hal penyelesaian problematika yang ada di madrasah, namun Kenwil Kemenag Sulteng memastikan diri masih terus berupaya mengusulkan agar guru-guru di madrasah swasta dapat diangkat menjadi PPPK dan kembali di tempatkan madrasah awal. Karena melalui kebijakan ini sangat membantu madrasah swasta dalam hal pembiayaan gaji guru. “Namun sekali lagi ini berkaitan dengan kebijkan DPR RI dan Mempan RB,”urainya.