SULTENG RAYA- Gedung, sarana, distribusi guru, dan tingkat kesejahteraan guru hingga kini masih menjadi persoalan klasik di lingkungan pendidikan Islam di Sulawesi Tengah.

Hal itu terungkap pada Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) dengan tema “Mengurai Problematika Pendidikan Islam di Sulawesi Tengah”, yang digagas oleh Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdatul Ulama (Pergunu) Sulawesi Tengah (Sulteng), di salah satu café di Kota Palu, Sabtu (9/8/2025).

Hadir dalam diskusi itu Plt Kanwil Kemenag Sulteng H. Muchlis, S.Ag., M.Pd, Kabid Madrah Syamsu Nursi, S.Pd.I, M.M,  Warek III UIN Datokarama Palu Dr. H. Faisal Attamimi, S.Ag., M.Fil.I. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Prof. Dr. Saepudin Mashuri S.Ag, M.Pd.i, Akademisi Dr. Arifuddin, sejumlah kepala madrasah, dan pimpinan Banom NU.

Plt Kanwil Kemenag, Muchlis mengatakan, status pengelolaan lembaga pendidikan di kementerian pendidikan berbanding terbalik dengan kementerian agama, kementerian pendidikan lebih banyak negeri dari pada swasta, sementara di kementerian agama lebih banyak swasta dari pada negeri, bahkan 90 persen adalah swasta.

Kondisi tersebut membawa konsekuensi, terutama dalam hal pembiayaan, berimbas pada ketersediaan sarana prasarana, bahkan ada yang belum memiliki gedung permanen. Sementara dalam kebijakan pemerintah saat ini bantuan sarana prasarana untuk swasta sangat terbatas.

Akibatnya lembaga pendidikan Islam swasta harus bisa mandiri. Jangankan gedung, meja dan kursi saja harus bisa disediakan secara mandiri. Belum lagi berbicara terkait tenaga pendidik dan kependidikan sangat terbatas. “Guru merangkap lebih dari satu mata pelajaran. Demikian juga guru pendidikan mata pelajaran Islam di sekolah umum terkadang tidak ada, karena tidak punya dana untuk gaji,”sebut H. Muchlis mengurai kondisi pendidikan Islam di Sulawesi Tengah.