Terik pagi langit Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda menghiasi hamparan tanaman nanas sepanjang mata memandang. Mereka berbaris rapi, subur, dan “hidup”. Hidup di atas lahan gersang yang tempo hari hanya perdu-ilalang dan terus-menerus bikin panik warga desa – lantaran sering jadi langganan kebakaran lahan.

RAHMAT KURNIAWAN / SULTENG RAYA

Sekilas tak ada yang istimewa dari kebun nanas itu. Hanya lahan biasa dengan tanaman homogen, mirip kebun orang berduit di kampung karena luasnya mencapai lima hektare.

Namun dibalik itu, tersimpan cerita perjuangan yang menginspirasi. Dari kebun nanas – lahir pemberdayaan masyarakat rentan, lahir ibu rumah tangga yang kini berpenghasilan, lahir kesadaran gotong royong dan persatuan.

Adalah tangan dingin Rimal Manuk Allo, seorang perempuan tangguh – pemimpin desa Tabarano dibalik itu. Ia hadir mengubah wajah desa, dari tertinggal menjadi mandiri berkat gebrakan-gebrakan “tabrak temboknya”.

Salah satu dari sekian banyak adalah kebun nanas yang dikelola BUMDes Tabarano itu, berkolaborasi dengan PT Vale Indonesia Tbk.

Ia terbilang cukup berani menginisiasi inisiatif tersebut, dimana lahan gersang langganan kebakaran, diubah menjadi lahan yang memiliki nilai ekonomi. Ekonomi kemasyarakatan.

Kepala Desa Tabarano, Rimal Manuk Allo. FOTO: RAHMAT KURNIAWAN

“Kepala desa terlalu nekat”. Demikian julukannya ketika mencoba menawarkan ide kepada orang-orang Vale demi mencetuskan Agrowisata Kebun Nanas Ponda’ta pada 2022.

“Kami sangat bersyukur, apa yang menjadi harapan kami mengelola lahan kritis dapat terwujud dengan hadirnya PT Vale. Karena setiap kebakaran, kami selalu was-was, dan selalu mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk mengantisipasinya,” ucapnya dihadapan puluhan jurnalis Media Visit PT Vale ketika berkunjung ke lahan Agrowisata Kebun Nanas Ponda’ta, Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, Ahad (27/7/2025).

Perjalanannya tidak selalu mulus. Banyak tantangan ia hadapi sebelum akhirnya kebun itu bisa menghasilkan buah nanas yang manis.

Rimal Manuk Allo menceritakan, waktu itu, banyak keraguan dari berbagai pihak. “Bagaimana mungkin lahan kritis bisa hidup nanas?,” ucapnya. Namun akhirnya keraguan itu perlahan memudar, berubah menjadi gotong royong dan perputaran perekonomian desa yang berkelanjutan.

“Artinya apa? segala ketulusan yang kita lakukan pasti akan menghasilkan sesuatu, dari awal kami jadi pemerintah desa, kami betul-betul memulai dari bawah. Dan sekarang, tentunya kita sudah lihat, kita sudah memanen hasilnya,” ucapnya penuh semangat dihadapan jurnalis.

Kini, lahan Agrowisata Kebun Nanas Ponda’ta telah mempekerjakan tenaga reguler sebanyak lima orang yang diberikan insentif reguler. Kemudian, ada juga tenaga pembantu, sewaktu-waktu dibutuhkan sebanyak 17 orang. Semuanya masyarakat lokal Desa Tabarano.

Pada pengolahan hasil panen, mereka memberdayakan ibu rumah tangga – dibentuk kelompok untuk mengolah produk turunan nanas yang kini beragam.

Kepala Dusun sekaligus Ketua Kelompok Budidaya Nanas Ponda’ta, Yohanis Gusti menyebut, sepanjang lahan agrowisata itu beroperasi, mereka sudah menghasilkan dua kali periode panen. Panen pertama sebanyak 300 kilogram, dan panen kedua sebanyak 700 kilogram.

Dari hasil itu, Yohanis Gusti tidak menampik banyaknya permintaan dari luar wilayah. Namun diakuinya, pemasaran masih di sekitar Wasuponda, membuat olahan nanas, hingga untuk memenuhi permintaan dari PT Vale.

“Sebenarnya banyak permintaan dari luar, dan juga kita sebar ke ritel moderen. Namun ini masih cukup untuk memenuhi bahan baku pembuatan produk turunan dan dipasarkan sekitar wilayah Wasuponda,” kata Yohanis Gusti.

Ada Peran PT Vale

Kades Tabarano menyebutkan, bekerja sama dengan PT Vale membuat semuanya menjadi lebih mudah. Sebab, tak hanya uang pengelolaan yang diberikan.

Mereka memastikan program agrowisata Desa Tabarano tertata, berdaya, dan terstruktur – dari hulu sampai hilir.

Sebelum memutuskan menanam nanas di lahan itu, orang-orang Vale melakukan dasar kajian ilmiah tentang lahan, sebelum menyimpulkan bahwa tanah di lokasi itu memiliki pH atau derajat keasaman hanya 4. Mereka menemukan permasalahan paling vital sebelum masuk pada tahap berikutnya menanam komoditi nanas.

Kemudian, ada pendampingan dan pengadaan bibit. Nanas di lahan itu ada tiga varietas, nanas lokal – nanas madu – nanas bogor, semuanya diberikan oleh PT Vale.

Pun demikian dengan tahap budidaya. Sejak awal, Kebun Nanas Ponda’ta dirawat secara organik, tidak diberikan pestisida atau bahan kimia lain untuk menghasilkan nanas yang sehat dan segar.

“PT Vale sangat membantu kami sehingga jadilah seperti ini.  Ada pendampingan, ada pemetaan. Mulai dari pengadaan bibit, pendampingan budidaya-pengolahan, pembangunan fasilitas air, dan tahun ini rencananya pembuatan rumah produk, pengolahan kompos, budidaya maggot, dan nursery,” kata Kades Rimal Maduk Allo.

“Saya menilai, PT Vale antusias membantu kami, yang membuat ibu-ibu disini menjadi semangat. Ini bukan hanya kekuatan saya sebagai kepala desa, tetapi semua mitra dan juga masyarakat yang memberikan dukungan,” ujarnya menambahkan.

Saat ini, perputaran ekonomi sudah bergulir. Ke depan, sangat besar kemungkinan akan memberikan dampak terhadap pendapatan asli desa (PAD).

“Program ini mengangkat masyarakat itu sendiri menjadi berdaya. Untuk PAD memang belum seberapa, namun pasti dengan sendirinya akan terjawab, berproses. Tapi yang utama adalah masyarakat kita dulu berdaya, mengangkat ekonomi mereka, karena tidak semua bisa jadi kontraktor atau profesi lain,” ujarnya penuh semangat.

Sementara itu, Senior Coordinator PTPM Livelihood PT Vale, Sainab Husain Paragay mengatakan, sejak awal program itu digulirkan memang memerlukan kajian mendalam. “Pengelolaan lahan kritis tidak mudah,” katanya.

Dengan dasar teoritis yang kuat, maka lahan Agrowsiata Kebun Nanas Ponda’ta kini telah berjalan tiga tahun, menjelma menjadi siklus perekonomian yang sehat untuk masyarakat.

“pH 4 atau dibawah 4 itu sangat asam. Tidak banyak tanaman produktif yang bisa tumbuh dengan baik, apalagi tanaman tersebut tidak diberikan pupuk kimia dan dirawat secara organik,” katanya.

Pada periode 2019-2022, lanjutnya, lokasi itu sering menjadi langganan kebakaran lahan yang notabenenya berdekatan dengan pemukiman warga. Setidaknya ada tiga sampai empat kali lahan di lokasi itu mengalami kebakaran ketika musim kemarau.

Sainab yang juga warga asli Desa Tabarano mengatakan, kebun nanas Ponda’ta hadir juga punya berdasar pada sejarah wilayah. Wasuponda dalam bahasa padoe berarti “nanas yang tumbuh di atas batu”. Secara karifan lokal, wilayah itu memang memiliki banyak tanaman nanas.

“‎Dari sana ide untuk menanam nanas, karena tanaman ini secara ilmiah dapat tumbuh di lahan kritis – tanaman yang resilien, ketahanannya sangat tinggi, tidak butuh air yang banyak untuk bisa hidup,” katanya.

Dari dasar kajian PT Vale dan sejarah wilayah itu, mereka menemukan kesimpulan untuk mengelola tanaman nanas. Dan ternyata berhasil.

“‎Kemudian, dari ribuan nanas yang kita tanam – dipikirkan juga untuk membuat produk turunannya, karena nanas ketika satu sampai dua hari tidak dikonsumsi akan busuk. Kita jadikan nanas tadi menjadi selai, dodol, dan produk lainnya,” kata Sainab.

Keberhasilan dari program itu membuat dirinya cukup terharu. Sebab, seperti kata Kades Tabarano, program itu memang cukup banyak mendapat keraguan dari berbagai pihak.

Buah nanas di Kebun Agrowisata Ponda’ta. FOTO: RAHMAT KURNIAWAN

“‎Kita sudah panen sekitar 2.000 pohon, kita terharu juga karena melihat banyaknya yang meragukan ide kita. Akhirnya sudah ada yang bisa kita lihat hasilnya. ‎Harapannya, ini bisa kita gaungkan dengan baik. Kedepan akan banyak inovasi yang akan kita kembangkan,” ucapnya penuh haru.

Ke depan, lanjutnya, program itu akan terus berkembang. Tahun ini, ada sejumlah program yang diinisiasi demi keberlanjutan. Sebut saja pembuatan fasilitas nursery,fasilitas budidaya maggot untuk hilirisasi limbah nanas, dan fasilitas pembuatan kompos demi kemandirian pasokan pupuk sehat.

‎Sementara itu, Anggota Kelompok Pengelolan Produk Turunan Nanas, Gilda menyebutkan, kolompoknya bersama PT Vale sudah aktif sejak setahunan untuk berembuk mencoba menemukan solusi atas melimpahnya komoditi nanas yang dihasilkan.

Walhasil, beragam produk turunan dihasilkan, seperti; selai basah, selai padat, dodol, sirup nanas, asinan nanas. Ihwal pemasaran, produk-produk itu banyak dipasarkan di sekitar wilayah Wasuponda, dan permintaan dari PT Vale.

“Kami optimis harganya akan bersaing karena belum memiliki pesaing. Bukan tidak mungkin juga skala pasarnya akan lebih besar lagi ketika bahan baku sudah mempuni memenuhi permintaan, dan kebun nanas ini panen dengan tonase yang lebih banyak,” kata Gilda.

Perjuangan orang-orang di desa yang ingin perubahan, berkolaborasi dengan keinginan kuat PT Vale dalam memberdayakan komunitas menunjukkan bahwa, untuk menghadirkan siklus ekonomi desa yang sehat membutuhkan perjuangan.

Setahap demi tahap, langkah demi langkah disusun rapi dan baik. Soal hasil, sudah barang tentu akan mengikuti dengan sendirinya. Mereka hanya perlu percaya bahwa perbuatan baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula – yakni manis dan segarnya buah nanas dari kaki bukit Desa Tabarano. ***