Bagi sebagian warga, perubahan ini terasa cukup signifikan. Memilah sampah, yang sebelumnya belum menjadi kebiasaan umum, kini menjadi bagian dari rutinitas harian.

“Saya jujur saja, awalnya agak pesimis,” ungkap Rina, istri Ketua RT 4 Kelurahan Magani, Sorowako.

“Tapi ternyata ketika dijalani, program ini mengubah banyak hal. Kita jadi lebih disiplin. Dulu tempat sampah hanya satu di dapur, sekarang kami punya tiga—untuk makanan, kemasan, dan tisu atau residu. Ditambah emberisasi ini. Memang butuh adaptasi, tapi lama-lama terbiasa,” tambahnya.

Ia juga mengaku bahwa tanggung jawab moral sebagai istri Ketua RT membuatnya merasa harus memberi contoh.

“Kami harus jadi teladan. Bahkan ketika melihat ember tetangga tidak tertutup rapat, kami merasa perlu untuk membantu. Itu hal kecil, tapi mencerminkan kesadaran baru,” ucapnya.

Hal serupa dirasakan oleh sang suami, Ashadi Cahyadi, Ketua RT 4 yang juga pegawai di Departemen Health and Safety PT Vale. Ia mengakui bahwa peran suami dalam program ini bisa sesederhana memastikan ember sudah berada di luar rumah sebelum petugas datang.

“Saya bantu istri, minimal pagi ember sudah saya bawa keluar. Ini soal kerja sama. Anak-anak juga masih perlu dibiasakan, kadang mereka lupa memisahkan sampah. Tapi ini proses, dan kita harus sabar mengingatkan,” katanya.

LEBIH DARI SEKADAR PENGELOLAAN SAMPAH