Sementara itu, perkara dari Kejaksaan Negeri Palu dengan tersangka H. Abdullah Batalipu, S.Sos., M.M dan Adriwawan Ms.Husen S.H melanggar kesatu Pasal 310 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 310 Ayat (2) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP atau ketiga Pasal 311 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP yaitu, melibatkan dua tokoh publik yakni H. Abdullah Batalipu, dan Adriwawan MS. Husen, dalam dugaan pencemaran nama baik terhadap mantan Bupati Buol Amran H.A. Batalipu.

“Melalui konferensi pers yang dilaksanakan saat keduanya masih menjabat, mereka menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai fakta hukum dan menyerang kehormatan korban secara terbuka. Namun, korban telah memaafkan perbuatan tersebut secara tulus dan damai pun telah tercapai baik secara lisan maupun tertulis di hadapan jaksa. Mengingat para pihak adalah tokoh berpengaruh dengan basis massa yang besar, langkah damai ini juga bertujuan untuk meredam potensi konflik horizontal di masyarakat. Penuntutan dihentikan karena ancaman pidana di bawah lima tahun, perdamaian telah dicapai, dan respons masyarakat sangat positif terhadap pendekatan yang mengedepankan keseimbangan sosial,”jelasnya.

Laode melanjutkan, Kejati Sulteng melalui proses menggambarkan, penghentian penuntutan berbasis keadilan restoratif merupakan implementasi nyata dari wajah baru penegakan hukum yang tidak hanya berorientasi pada sanksi pidana, melainkan pemulihan hubungan sosial dan keadilan substantif.

“Kejaksaan hadir tidak sekadar sebagai aparat hukum, melainkan sebagai institusi yang mampu memberi rasa keadilan dengan nurani dan pertimbangan kemanusiaan. Pendekatan ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi Kejaksaan dalam membangun kepercayaan publik dan menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat,”tutupnya. */AMR