Menurut Yusak, kehadiran RoA sebagai penyelenggara festival membuktikan komitmen kuat dalam mempromosikan kebudayaan dan pariwisata ke level nasional dan dunia.

Lebih jauh, Yusak menjelaskan Festival Tampolore adalah manifestasi jati diri masyarakat Tampolore. Festival ini mengedepankan dua unsur utama: budaya dan alam. “Tampolore tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga memiliki tradisi budaya yang sangat tua,” ungkapnya.

Sementara itu, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, Muhammad Tan, mengajak seluruh warga Poso, khususnya di Tampolore, untuk bersama-sama menjaga warisan budaya yang tersebar di Lembah Behoa. Ia mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang berupaya mendorong pengakuan tradisi tua di Tampolore sebagai warisan budaya dunia. “Ini membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aktivis, masyarakat adat, hingga masyarakat luas,” tegas Tan.

Ketua Panitia Festival Tampolore, Rexy, melaporkan festival akan berlangsung hingga 29 Juni 2025. Sejumlah kegiatan akan meramaikan festival, mulai dari lomba musik bambu, parade pangan lokal, pameran kerajinan, diskusi film, hingga jelajah megalit.

Tema festival kali ini adalah Harmonisasi Budaya dan Alam. “Tema ini sangat relevan dengan upaya kita saat ini untuk menyelamatkan lingkungan,” ujar Rexy. AMR