Memahami bahayanya, tentu saja tidak cukup, diperlukan satulangkah penyelamatan lingkungan dari bahaya sampah plastik dengan mengurangi penggunaan plastik. Tentu dengan cara memulai dengan membiasakan diri membeli produk rutin konsumsi, yang menggunakan bahan nonplastik dan ramah lingkungan. Tindakan membawa tumbler, misalnya, perlu dibiasakan sehingga mengurangi konsumsi air kemasan. Termasuk dalam membiasakan membawa tas belanja sendiri akan mengurangi jumlah sampah plastik. Di level rumah tangga, juga perlu dibiasakan pemilahan sampah, sehingga sampah plastik mudah diproses untuk didaur ulang.
Upaya komunikasi, informasi, dan edukasi terkait pemanfaatan dan pengelolaan sampah plastik yang ramah lingkungan juga perlu digencarkan. Kampanye 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di kalangan masyarakat yang sistematis disertai gaya hidup ramah lingkungan perlu dikembangkan secara luas. Dan tentu saja otoritas-otoritas publik terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mesti aktif dan proaktif dengan mengambil peran sentral dan bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan yang relevan. Mereka tidak hanya merespon dari dinamika yang ada dan risiko-risiko yang mungkin timbul, namun juga strategis membangun jaringan kerjasama di antara para pihak (stakeholders) dalam mengatasi sampah plastik.
Akhirnya para pelaku (masyarakat dan industri) tak hanya diharapakan memiliki kesadaran praktis, misal tindakan membawa tumbler ke kantor atau sekolah mungkin hanya sekedar ikut-ikutan tanpa niat yang jelas untuk ikut mengurangi sampah plastik, namun juga memiliki kesadaran diskursif, dimana mereka memiliki kapasitas untuk mengerti dan merefleksi serta mampu menjelaskan arti dari semua tindakan mereka terhadap perubahan yang dilakukan dengan mengurangi penggunaan plastik.
Selamat Hari Lingkungan Hidup, tak sekedar merayakan, namun lahir kesadaran diskursif untuk mengerti, merefleksi dan mampu menjelaskan kenapa lingkungan hidup harus terus dijaga dan dilestarikan.
*Penulis Dosen Unisa Palu