Pertama, impitan ekonomi. Manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri (naluri baqa) agar dirinya tetap bisa bertahan hidup. Saat kondisi ditekan oleh biaya hidup yang semakin mencekik, sulitnya pekerjaan, hal ini menjadikan manusia gelap mata dan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan uang, seperti merampas, memalak, mencuri, dll. tanpa memedulikan halal dan haram. Tak bisa dimungkiri, kemiskinan yang mengimpit dan tidak terpenuhinya urusan perut menjadikan manusia lupa diri.

Kedua, lemahnya jaminan keamanan dan perlindungan dari negara untuk masyarakat. Di sistem saat ini, tindakan premanisme akan diproses setelah viral dan sudah menjamur. Jika tidak, maka problem seperti ini akan tenggelam begitu saja, tidak muncul di publik dan tidak akan diberantas. Kemudian, kalau pun ada usaha dari pemerintah untuk membentuk Satgas ini adalah solusi parsial yang tidak menyelesaikan masalah. Buktinya premanisme berkedok ormas masih merajalela sampai saat ini.

Selain itu, negara juga saat mengatasi problem ini tidak hanya karena untuk melindungi dan menjaga masyarakatnya, justru khawatir kehilangan investor, yang notabenenya hanya akan menguntungkan para oligarki. Padahal, kita ketahui bersama, kehadiran investor bukan untuk kepentingan rakyat.

Biang Kerok Masalah

Biang kerok munculnya premanisme tidak tiba-tiba muncul begitu saja. Problem ini muncul karena penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi para kapital. Kebijakan tidak berpihak kepada rakyat, sehingga rakyat menjerit karena perekonomian semakin terpuruk, maka premanisme menjadi solusi untuk bertahan hidup. Ditambah lagi keimanan yang lemah menjadikan masyarakat tidak bisa membedakan halal dan haram.