Ketua FSPKEP, Baso Murdin menyampaikan, proses negosiasi menghadapi tekanan dari situasi eksternal, termasuk penurunan harga nikel. Namun, dengan komunikasi terbuka dan sikap saling menghormati, semua pihak berhasil merumuskan jalan tengah yang adil.
Di saat bersamaan, Ketua FPE KSBSI PT Vale, Isak Bukkang menekankan pentingnya memasukkan isu-isu strategis seperti skema pensiun, pengembangan karier, dan perlindungan hak pekerja sebagai bagian dari business resilience.
“Di tengah ketatnya pasar global, kita harus memastikan bahwa keberlanjutan bisnis tidak mengorbankan keberlanjutan hidup pekerja. Itu bukan beban, tapi bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan,” tuturnya.
Komitmen PT Vale terhadap pekerja telah tertanam dalam kebijakan keberlanjutan yang lebih luas: mulai dari prinsip anti-diskriminasi, kebebasan berserikat, hingga standar keselamatan kerja internasional seperti ISO 45001 dan SMKP. Perusahaan juga secara rutin melakukan evaluasi dan survei kepuasan karyawan sebagai bagian dari dialog sosial yang sehat.
Di tengah dunia yang semakin terdigitalisasi dan terdorong oleh efisiensi, PT Vale mengajak semua pihak untuk tidak melupakan esensi kemanusiaan dalam berbisnis. Hubungan industrial yang kuat adalah pilar penting dalam membangun pertambangan yang tidak hanya menghasilkan sumber daya, tetapi juga memberi makna dan kehidupan.
Sebagai penutup, Adriansyah menyampaikan pantun yang menggambarkan semangat di balik penandatanganan PKB ini, “berkendara pelan menuju pelabuhan, melintasi jalanan Sorowako. PKB ditandatangani penuh harapan, agar kerja kolaborasi kita makin sejuk seperti Danau Matano,” tutupnya. RHT