Rony Hartawan juga menekankan pentingnya strategi pembelajaran yang efektif di dalam kelas. Ia menjelaskan bahwa efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari tingkat retensi peserta didik berdasarkan metode yang digunakan. Misalnya, hanya sekitar 5% materi yang dapat diingat dari metode ceramah (lecture), dan sekitar 10% dari membaca (reading). Metode audio-visual sedikit lebih baik dengan tingkat retensi sebesar 20%.
Namun, ketika peserta mulai terlibat secara aktif, retensinya meningkat signifikan.

Demonstrasi mampu meningkatkan retensi hingga 30%, diskusi kelompok mencapai 50%, dan praktik langsung atau practice by doing bisa menyentuh angka 75%. Yang paling tinggi adalah ketika seseorang mengajarkan materi tersebut kepada orang lain (teaching others), di mana retensinya bisa mencapai hingga 90%.

“Fakta ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran aktif jauh lebih efektif dibandingkan metode pasif. Oleh karena itu, guru didorong untuk lebih banyak menggunakan metode yang mendorong keterlibatan langsung siswa dalam proses belajar, termasuk dengan cara mendemonstrasikan, berdiskusi, berlatih langsung, bahkan memberi kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan kembali materi yang telah mereka pahami,” jelas Rony Hartawan.

Dalam kegiatan ini, peserta dibekali dengan pengetahuan seputar peran dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, desain serta ciri keaslian uang Rupiah, pentingnya menjaga dan merawat uang Rupiah, gerakan Peduli Kenali dan Adukan (PeKA), serta pemahaman mengenai sistem pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).

Melalui kegiatan ini, Bank Indonesia berharap para guru yang telah mendapatkan pelatihan dapat berperan sebagai edukator eksternal yang menyebarkan semangat Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah kepada para siswa. Dengan demikian, akan terbentuk generasi muda yang lebih bijak dalam menggunakan uang, serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap Rupiah sebagai lambang kedaulatan yang patut dihargai oleh seluruh warga negara. *WAN