Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Konau Institut dan semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini sebagai bagian dari amanah para leluhur.
Sementara, Ahmad Yasin Siyah, Ketua Panitia Pelaksana, dengan penuh keyakinan mengungkapkan bahwa peluncuran wilayah konservasi ini adalah langkah pertama dari tekad bersama masyarakat Batui untuk menjaga kelestarian burung maleo dan ekosistemnya di atas tanah adat yang telah lama diwariskan oleh leluhur.
“Ini bukan hanya soal melestarikan satwa, tetapi ini adalah bentuk penghormatan kami terhadap warisan leluhur yang telah tertanam dalam jiwa kami. Kami percaya bahwa menjaga hidup burung maleo di tanah adat Batui adalah kewajiban kami, sebagai penerus tradisi dan penjaga adat istiadat yang telah mendara daging dalam kehidupan kami,” ujar Ahmad Yasin dengan penuh semangat.
Diketahui, kegiatan itu berlangsung dari pukul 08.00 wita hingga selesai, dengan rangkaian acara mulai dari registrasi tamu, laporan ketua panitia, sambutan pejabat dan tokoh adat, hingga penanaman dan ramah tamah bersama warga.
Peresmian Wilayah Konservasi Maleo Sambal ini menjadi langkah awal yang penting bagi gerakan pelestarian ekologis berbasis adat di Sulawesi Tengah, sekaligus menandai kebangkitan kesadaran masyarakat Batui dalam menjaga ruang hidupnya secara kolektif dan bermartabat.*/YAT