Meskipun sudah ditetapkan, HFN belum sepenuhnya diterima dan tidak pernah diperingati atau dirayakan. Pada tahun 1980an, ketika situasi politik dan kondisi perfilman telah stabil, gagasan mengenai HFN diangkat kembali. Namun, Dewan Film Indonesia baru menetapkan 30 Maret sebagai HFN sesudah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman diterbitkan.
Bersamaan dengan ketetapan itu, film Darah dan Doa dinobatkan sebagai film Indonesia pertama karena disutradarai oleh orang Indonesia asli, diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, dan pengambilan gambarnya di Indonesia. “Film Indonesia adalah cermin budaya bangsa,” jelas Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.
HFN kemudian disahkan sebagai hari peringatan nasional melalui Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1999, yang ditandatangani oleh BJ Habibie pada 29 Maret 1999. Sehari setelahnya, dalam sambutan pada peringatan HFN di lstana Negara, Presiden Habibie saat itu mengemukakan bahwa tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional. “Karena pada hari itu, 49 tahun yang lalu, untuk pertama kali seorang anak bangsa secara mandiri memproduksi sebuah film,” jelasnya.