Ayat-ayat tersebut sesungguhnya mengandung pesan moral bagi manusia, kiranya seluruh sifat buruk manusia yang disebabkan karena harta (termasuk mementingkan untuk dirinya sendiri) mengakibatkan azab di kemudian hari (akhirat) dengan cara dikalungkan di lehernya akibat dari kekikirannya; padahal hakikat yang sesungguhnya dari harta bagi manusia hanya seberapa banyak yang dinafkahkan di jalan Allah swt. Pencapaian harta harusnya dijadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah swt.
Adanya kewajiban zakat menjadi salah satu langkah atau wasilah (media) untuk proses penyucian jiwa, hati, dan diri manusia. Mengeluarkan zakat esensinya mengeluarkan sifat dan karakter kikir, bakhil, egois yang bersarang dalam tubuh manusia. Zakat menjadi sarana yang efektif untuk tazkiyyatun nafs dari keseluruhan sifat tercela dari harta. Orang yang selalu berzakat apalagi ditambah dengan sedekah sunnah lainnya akan menjadikan hati dan jiwa suci bersih. Perhatikan pernyataan Allah swt: “Akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (diri dari sifat kikir dan tamak) (Q.S. al-Lail: 17-18). Hal senada juga telah dijelaskan pada surah al-Taubah ayat 103: Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Menyucikan dimaksud dalam tafsir Kementerian Agama dipahami sebagai “membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta”. Tazkiyyah pada ayat ini menunjukkan sesuatu menjadi tumbuh dan berkembang yakni berlimpah kebaikan dan keberkahan yang dipastikan datangnya dari Allah swt sebagai pemilik segala nikmat dan rezki di alam semesta ini.
Zakat selain memurnikan tabiat egois terhadap harta, juga menumbuhkan tabi’at pengorbanan dan kedermawanan. Karakter saling menolong, pemberian jaminan sosial, saling mendukung secara ekonomi, mengeluarkan kefakiran adalah bukti kemurahan hati dari yang mengeluarkan zakat. Hanya mereka yang mempunyai hati, jiwa, dan raga dalam kondisi suci bersihlah yang secara spontan mengimplementasikan nilai ajaran kemanusiaan yang luar biasa ini yakni zakat. Oleh sebab itu, menunaikan zakat (fitrah maupun mal) menjadi maqam (tangga) seseorang membersihkan diri dari segala jenis keburukan yang dilakukannya dan menggantikannya dengan amal shaleh. Menunaikan zakat menjadi wadah pendidikan melatih diri untuk menandingi fitnah harta dan fitnah dunia dengan mempersiapkan jiwa untuk menyerahkan harta miliknya semata karena menuruti perintah Allah untuk meraih ridha-Nya.
Berusahalah meraih harta sebanyak mungkin, tetapi janganlah tanamkan egoisme dan terbelenggu karena harta; melainkan jadikan ia sebagai wasilah (media) untuk memurnikan hati, jiwa, diri melalui penunaian zakat untuk selalu dekat kepada Allah swt sebagai tujuan utama dalam hidup ini. Wallahul A’lam!