SULTENG RAYA – Transformasi Morowali, perlahan mengubah neraca ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah. Daerah yang juga tercatat sebagai wilayah pemilik nikel melimpah itu, mulai menggeser dominasi Kota Palu yang merupakan ibu kota Provinsi.
Salah satu penyebabnya adalah gencarnya era transisi energi yang digaungkan pemerintah selama satu dekade terakhir. Pada akhirnya, kebutuhan nikel sebagai bahan baku utama baterai kendaraan listrik kian meningkat. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang membutuhkan bahan baku logam berkualitas, semakin memperkokoh permintaan nikel di pasar global.
Laju pertumbuhan Morowali pun cukup impresif. Dapat dikatakan hampir selalu mengungguli pertumbuhan ekonomi provinsi induknya, Kota Palu. Meski fluktuatif, jika menarik tren waktu yang lebih panjang, trennya tetap terjaga positif. Misalnya, tahun 2023 kemarin. Hampir dua kali lipat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah dan empat kali lipat dari capaian nasional. Sepanjang tahun 1994-2023, laju pertumbuhan Morowali hampir tak pernah di bawah 5 persen, bahkan lebih sering mencatatkan pertumbuhan positif yakni di kisaran 10-30 persen.
Pada triwulan II tahun 2024 terhadap triwulan II tahun 2023 juga, Ekonomi Sulteng mengalami pertumbuhan sebesar 9,75 persen secara tahunan. Dari sisi produksi, lapangan usaha industri pengolahan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 18,71 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 23,69 persen.
Dari hasil analisis kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulteng terhadap sektor lapangan usaha pembentuk PDRB dihasilkan 2 sektor unggulan tertinggi yaitu industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian memiliki kontribusi pertumbuhan tertinggi selama beberapa tahun terakhir. Sedangkan sektor potensial ketiga adalah sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Ketiga sektor ini memberikan andil yang besar terhadap penerimaan perpajakan di Sulteng dalam kurun waktu 4 tahun terakhir.
Potensi pengembangan sektor unggulan itu harus tetap ditingkatkan karena mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang. Sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian didukung dengan keberadaan berbagai kawasan industri yang ada di Sulteng seperti Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Hadirnya sebuah kawasan industri, tak hanya berdampak pada meningkatnya serapan tenaga kerja di suatu daerah, namun juga menarik investasi yang lebih besar dan tentunya akan berefek pada pendapatan negara dalam bentuk pajak. Seperti halnya dengan kawasan industri IMIP.
Keberadaan IMIP turut andil dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Morowali. Dari sebelumnya Rp 181,232 miliar di tahun 2018 lalu, realisasinya menjadi sebesar Rp 586,164 miliar pada 2023. Terbaru, realisasi PAD Morowali per Juni 2024 kemarin, telah mencapai Rp 346,381 miliar dengan target Rp 627,115 miliar di akhir 2024.
Pengamat Ekonomi Sulteng dari Universitas Tadulako, Prof Dr rer pol Patta Tope SE menjelaskan, kehadiran kawasan IMIP selalu memberikan kontribusi positif di atas angka rata-rata terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulteng. Pemicunya adalah pertumbuhan di sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian yang sebagian besar berasal dari IMIP. Memang ada smelter lain juga, namun IMIP lebih mendominasi.
Tentunya efek ini sangat besar, terutama pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), usaha kos-kosan, rumah makan dan laundry di sekitar kawasan IMIP yang kian menjamur menjamur, sehingga geliat ekonomi masyarakat bangkit dan terus berkembang.
“Jadi, jika kita melihat Morowali itu dengan pertumbuhan ekonomi tiga tahun terakhir selalu diatas 20%. Kalau saya melihatnya, di Bahodopi sudah menjadi sentra ekonomi baru di Timur Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Morowali di 2021 mencapai 25,12%, tahun 2022 ekonomi Morowali tumbuh di angka 28,36% dan pertumbuhan ekonomi Morowali tahun 2023 capai 20,3%,” kata Prof Patta Tope saat dihubungi melalui telepon selulernya awal Oktober 2024.
Disisi lain juga, kawasan ini diproyeksikan terus berkelanjutan, berkembang dan memberikan kontribusi positif yang lebih maksimal. Dari sisi penerimaan daerah, kata Prof Patta Tope juga cukup besar dapat dilihat dari pendapatan asli daerah (PAD) selalu mengalami peningkatan. Diharap PAD itu, dapat menopang pembangunan infrastruktur baik pendidikan, kesehatan dan lainnya.
“Jika dilihat dari sisi pertumbuhan ekspor, besar sekali jumlahnya di Morowali khususnya IMIP. Hal itu yang harus dipertahankan, dan ditingkatkan agar menjadi fokus atau sentra ekonomi baru di kawasan Timur Indonesia,” ucap Prof Patta Tope, salah satu guru besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah.
Bagi Prof Patta Tope, kawasan IMIP telah bertransformasi menjadi daerah industri nikel terbesar di Asia, memberikan sumbangsih sebagai multiplier effect terhadap geliat ekonomi di daerah.
Hadirnya pengusaha lokal di Sulteng turut mendorong peningkatan ekonomi masyarakat di daerah itu. Tantangan dan
Peluang kedepan dengan adanya Kawasan IMIP, kata Prof Patta Tope, SDM harus diperbaiki. Pengembangan IMIP diharapkan dapat berbanding lurus dengan peningkatan SDM di Sulteng utamanya di Morowali.
Data investasi di Sulteng juga terus tumbuh setiap tahunnya. Untuk Kawasan IMIP saja tercatat investasi terus meningkat, dalam dua tahun terakhir. Misalnya, nilai investasi sebesar US$20.927 juta pada 2022 dan US$30.146 juta pada 2023. Sedangkan total akumulasi nilai investasi hingga Juni 2024 sebesar US$31.683. (Sumber: Majalah Klaster). *WAN