Guru adalah profesi yang mulia dan memiliki peranan strategis dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradap sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Tahun 1945. Dalam mewujudkan hal tersebut guru diberikan tugas bukan hanya sekedar mengajar akan tetapi guru juga dibebankan tugas untuk mendidik, membimbing, melatih, dan mengevaluasi peserta didiknya.

Dalam menjalankan tugas profesinya tersebut guru dalam rangka mendidik memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya. Sanksi yang diberikan dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.

Dan dalam menjalankan tugas profesinya Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Namun Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir ini ada beberapa guru yang di kriminalisasi saat sedang menjalankan tugas muliannya tersebut dalam rangka mendidik muridnya agar menjadi manusia yang disiplin dan beradap. Contoh kasus diantaranya kasus yang viral saat ini adalah kasus yang menimpah Guru yang bernama Supriyani, S.Pd. yang dipidanakan oleh Orang Tua siswa saat menjalankan tugas profesinya.
Kasus-kasus kriminalisasi terhadap guru telah menyudutkan profesi guru sebagai profesi yang mulia, tindakan guru dalam rangka mendidik siswanya terkadang disalah artikan oleh Orang tua siswa dan menjadi perbuatan yang tidak dimaafkan sehingga guru harus berhadapan dengan proses hukum. dan terkadang kondisi demikian dimanfaatkan oleh orang-orang/ tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan meminta uang damai serta di Blow Up ke Media seakan-akan guru adalah pelaku kejahatan.

Saat ini sesungguhnya Perlindungan hukum terhadap profesi guru dalam menjalankan tugasnya telah diatur dalam bebagai macam peraturan perundang-undangan diantaranya : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, termasuk yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) No. 1554 K/PID/2013 menyatakan bahwa GURU TIDAK BISA DIPIDANA saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa;

Bahkan telah ada Nota Kesepahaman antara PGRI dengan yang pada pokoknya memuat “apabila ada seorang guru dalam rangka menjalankan profesinya mendidik siswa, tersandung masalah hukum. Misalkan ada tuntutan dari pihak orang tua karena cara mengajar atau mendidik atau memberikan hukuman disiplin kepada siswa terdapat kekerasan akan diselesaikan terlebih dahulu oleh PGRI melalui Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) di tiap Provinsi untuk menilai apakah guru yang bersangkutan telah melanggar kode etik guru sebelum berlanjut ke ranah hukum.

Namun nyata sederet pengaturan tersebut masih belum bisa melindungi profesi guru dalam menjalankan tugasnya mengingat masih banyaknya kasus yang menimpa guru beberapa tahun terakhir dan DKGI tidak dilibatkan untuk menguji apakah perbuatan guru-guru yang dikriminalisasi tersebut telah melanggar kode etik guru.

Undang-undang yang mengatur secara spesifik tentang perlindungan guru adalah solusi yang tepat untuk memaksimalkan perlindungan hukum terhadap guru, namun akan membutuhkan waktu yang tidak lama mengingat proses dan prosedur yang harus dilalui dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Langkah cepat bisa diambil dengan memanfaatkan antara PGRI dan POLRI yang kemudian di harapkan bisa meningkatkan MoU tersebut menjadi PERKAPOLRI tentang Manajemen Penyelidikan dan Penyidikan Tindak yang berhubungan dengan Profesi Guru dengan menuangkan apa yang telah menjadi kesepakatan dalam MoU PGRI dan POLRI.

Sehingga dari PERKAPOLRI tersebut menjadi sarana kontrol tim Advokasi LKBH PGRI terhadap tindakan penyidik dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana yang berhubungan dengan Profesi Guru, dengan mengajukan upaya Pra Peradilan dan Pelaporan di Propam jika tindakan penyidik menyimpang dari Perkapolri tersebut. Dan PERKAPOLRI tersebut dapat memaksimalkan peran DKGI sebagai pintu awal untuk menilai apakah guru yang dilaporkan telah melanggar kode etik guru sebelum berlanjut ke ranah hukum.