SULTENG RAYA- Komunitas Pengamat Burung (KPB) Spilornis Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako (Untad) menyelengarakan kegiatan Seminar Nasional bertema: eksplorasi distribusi dan biodiversitas burung serta upaya konservasi di Sulawesi Tengah bertempat di Aula Fakultas Kehutanan Untad, Selasa (15/10/2024).

Seminar yang digelar secara offline bertujuan untuk meningkatkan kesadaran betapa pentingnya untuk melakukan upaya-upaya kerja konservasi bagi spesies burung burung yang ada di Sulawesi Tengah.  

Ketua KPB, Spilornis Lusiani Gani, mengatakan selain merupakan bagian rangkaian milad ke 14 tahun dan program kerja dari lembaga, seminar  ini juga merupakan bentuk komitmen serta visi KPB Spilornis Fahutan Untad dalam upaya melestarikan burung yang ada di Sulawesi terkhusus spesies Endemik yang ada di Wilayah Sulawesi Tengah.

“Visi tersebut dituangkan dalam bentuk bertukar pikiran serta sharing ilmu pengetahuan tentang hasil penelitian dan catatan pengamatan KPB Spilornis dalam 14 tahun melakukan monitoring burung diberbagai daerah yang di Sulawesi Tengah bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah,” katanya.

Sementara itu, Ketua pelaksana seminar Andini Tri Yuniarti berharap dengan adanya kegiatan ini diharapkan meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta dapat menumbuhkan kesadaran. Khsususnya terkait konservasi burung di Sulawesi Tengah.  Sebab Sulawesi merupakan wilayah yang mempunyai burung endemik tertinggi di dunia.

Hal serupa dikemukakan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Aluni Prof. Dr. Naharudin Spd. M.Si. Menurutnya, kegiatan seminar nasional ini merupakan kerja nyata serta wujud tanggung jawab mahasiswa dalam hal ini KPB. Spilornis dalam memberikan edukasi konservasi burung. Untuk itu dirinya berharap kedepannya data-data yang telah dikumpulkan KPB Spilornis bisa dibuatkan dalam bentuk publikasi dan jurnal sehingga bermanfaat untuk publik.

Adapun pada seminar tersebut Dr. Moh. Ihsan Nur Mallo, S. Hut., M.Si yang merupakan ahli bidang ekologi dan konservasi burung memaparkan bahwa KPB Spilornis telah berhasil mendata 263 spesies burung Sulawesi atau sebanyak 41 % spesies burung yang ada di Sulawesi yang berjumlah 465 spesies serta sebanyak 77 spesies burung endmik Sulawesi atau 59% dari 106 spesies burung endemik Sulawesi.  

Selain itu kata Dr. Ihsan data yang didapatkan KPB spilornis menunjukkan terdapat 30% burung yang hanya dijumpai di kawasan non konservasi dimana 38 spesies di antaranya merupakan burung jenis endemik Sulawesi. Kondisi tersebut menyebabkan kerentanan 38 spesies tersebut karena kawasan non konservasi merupakan wilayah dengan gangguan tertinggi serta tidak ada regulasi atau instansi khusus yang secara spesifik melindungi jenis burung tersebut.

Lebih lanjut Dr. Ihsan memaparkan contoh kondisi yang rentan tersebut telah menyebabkan burung tiong lampu Sulawesi (Coracias temminckii) yang merupakan jenis burung endemik dan burung decu belang merupakan burung yang mempunyai populasi besar di tahun-tahun sebelumnya telah menurun populasinya sehingga kedua jenis burung tersebut sudah mulai sulit terlihat di alam.

Sementara itu, Andi Maruf Saehana SH Expertise Animal Handler serta Kepala Resort 4 Sojol-Pasoso membahas tentang “Upaya konservasi balai KSDA Sulawesi Tengah terhadap pelestarian fauna”. Dalam paparannya Andi Maruf mengatakan Balai KSDA Sulawesi Tengah telah melakukan perlindungan fauna khususnya burung yaitu: perlindungan terhadap habitat dengan satwa kunci kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea) di SM. Pulau Pasoso. Perlindungan terhadap habitat dengan satwa kunci burung maleo (Macrocephalon maleo) di SM. Pinjan Tg. Matop dan SM. Bakiriang. Upaya Konservasi Balai KSDA Sulawesi Tengah terhadap pelestarian fauna di Sulawesi Tengah tidak lepas dari kemitraan yang dibangun dengan berbagai pihak.

Adpaun seminar nasional ini menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi antara berbagai pihak dalam upaya pelestarian burung di Sulawesi Tengah. Komitmen KPB Spilornis Fakultas Kehutanan Untad, bersama dengan Balai KSDA Sulawesi Tengah dan para akademisi, diharapkan dapat terus berlanjut melalui program-program yang inovatif dan berkelanjutan. Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya konservasi burung, terutama spesies endemik, langkah-langkah perlindungan yang lebih efektif dapat diimplementasikan. Semoga data dan hasil penelitian yang telah dikumpulkan selama 14 tahun dapat semakin memperkaya pengetahuan ilmiah serta menjadi dasar kuat bagi kebijakan konservasi di masa depan.JAN