SULTENG RAYA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat upaya pelindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan.
Penguatan itu dilakukan dengan cara menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Penerbitan POJK Nomor 22 Tahun 2023 tersebut merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan serta menyempurnakan beberapa POJK lainnya.
OJK mengapresiasi berbagai masukan dalam penyusunan POJK ini kepada stakeholder terkait baik asosiasi industri jasa keuangan hingga Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK).
“Penerbitan POJK Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan merupakan respons cepat OJK selaku regulator atas amanat UU P2SK untuk memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam keterangan tertulis yang diterima Sulteng Raya, Rabu (10/1/2024).
Di sisi lain, lanjutnya, penguatan pengaturan pelindungan konsumen dalam POJK ini mempertimbangkan perluasan pelaku usaha jasa keuangan, digitalisasi produk dan atau layanan di sektor jasa keuangan, serta perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan dinamis.
POJK Nomor 22 Tahun 2023 juga mempertegas kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengawasan Perilaku PUJK (Market Conduct) dalam mendesain, menyediakan informasi, menyampaikan informasi, memasarkan, membuat perjanjian, dan memberikan layanan atas produk dan/atau layanan serta melakukan penanganan Pengaduan dan penyelesaian Sengketa.
Ia berharap, pengawasan perilaku PUJK (Market Conduct), dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan Konsumen kepada PUJK dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan serta tetap memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan PUJK secara adil, efisien, dan transparan.
“Sejak berlakunya UU P2SK, PUJK semakin didorong untuk menjadi entitas usaha yang sehat secara bisnis, dan menerapkan market conduct yang baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Saya yakin, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Dengan menerapkan prinsip market conduct maka akan semakin mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat karena makin kuatnya kepercayaan Konsumen,” tegas Friderica.
Secara substansi, penguatan pelindungan konsumen dan masyarakat yang tercakup dalam POJK itu antara lain; pertama, penyesuaian cakupan PUJK dan prinsip pelindungan konsumen, kedua, larangan menerima sebagai konsumen dan/atau bekerja sama dengan pihak yang melakukan kegiatan usaha di sektor keuangan yang tidak memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan atau otoritas yang berwenang.
Ketiga, hak dan kewajiban calon konsumen, konsumen dan PUJK serta larangan bagi PUJK. Keempat, pencantuman biaya dan komisi/imbalan kepada agen pemasaran/perantara dalam perjanjian. Kelima, mekanisme penagihan dan pengambilalihan/penarikan agunan oleh PUJK untuk produk dan/atau layanan kredit dan pembiayaan.
Keenam, penyesuaian jangka waktu layanan pengaduan bagi PUJK, ketujuh, pelindungan data dan/atau informasi dan kewajiban memastikan keamanan sistem informasi dan ketahanan siber. Delapan, pengawasan perilaku PUJK.
Kesembilan, penguatan pengaturan terhadap kegiatan penyediaan, penyampaian informasi dan pemasaran pada Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). Kesepuluh, pengajuan keberatan terhadap sanksi administratif yang dikeluarkan oleh OJK, dan sebelas, penguatan kewenangan OJK dalam melakukan gugatan perdata.
“Dengan terbitnya POJK ini diharapkan dapat mendorong terciptanya sistem pelindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan konsumen dan masyarakat, serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha jasa keuangan,” tutupnya. RHT