RAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) melakukan penandatanganan memorandum of undestanding () dengan Badan Nasional () , di ruang kerja Wali Kota Palu, Kamis (4/1/2024).

Penandatanganan oleh Wali Kota Palu, , bersama Kepala BNN Kota Palu, AKBP Baharuddin itu, terkait dengan pembiayaan rehabilitasi kepada pecandu Narkoba yang kurang mampu.

Kepala Dinas Sosial Kota Palu, Susik, mengatakan, pecandu Narkoba tersebut nantinya bisa mendapatkan rehabilitasi ke balai-balai telah dilakukan kerja sama, seperti balai rehabilitasi di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur dan balai rehabilitasi di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

“Jadi ada pembiayaan terkait masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan akses bantuan, untuk dilakukan rehabilitasi ke balai tersebut. Untuk tahun 2023, terdapat 47 yang sudah kami rehabilitasi di kedua tempat tersebut,” kata Kadis Susik.

Ia berharap, melalui kerjasama tersebut, terjadi pengurangan masyarakat yang kecanduan dengan Narkoba.

“Nah ini langkah-langkah yang harus Dinas Sosial dengan BNN lakukan, supaya dilakukan percepatan langkah preventif terhadap masyarakat-masyarakat kita yang pecandu Narkoba,” ungkapnya.

Ia juga berharap, semua lapisan orangtua atau anak-anak muda, menjaga Kota Palu dan menjaga diri dari bahaya Narkoba.

“Semoga kegiatan MoU ini bisa berjalan dengan baik, agar masyarakat kita khususnya yang kurang mampu, bisa tertangani dengan baik,” tuturnya.

MENGENAL REHABILITASI PECANDU NARKOBA

Sebagai tambahan, disadur dari www.hukumonline.com, proses rehabilitasi narkoba merupakan upaya pemulihan dan pengembalian kondisi para mantan penyalahgunaan narkoba kembali ke dalam keadaan sehat, baik sehat fisik, sehat psikologis, sehat sosial, dan sehat secara spiritual.

Rehabilitasi narkoba bersifat semi tertutup. Artinya, hanya orang-orang tertentu yang memiliki kepentingan yang dapat memasuki area ini rehabilitasi narkoba merupakan sebuah tempat untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari narkoba.

Pasal 54 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur mengenai rehabilitasi yang berbunyi, pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi medis merupakan sebuah proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi ini dapat dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, yang merupakan rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Sedangkan, rehabilitasi sosial, merupakan kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental, maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat segera kembali melakukan fungsi sosial dalam melakukan fungsi sosial dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.

Sebagai sarana tempat pemulihan seseorang, pusat dan lembaga rehabilitasi narkoba yang baik harus memenuhi persyaratan, di antaranya:

  1. Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung, akomodasi, kamar mandi yang bersih, makanan dan minuman yang bergizi dan halal, ruang kelas, ruang rekreasi, ruang konsultasi individual maupun kelompok, ruang konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olahraga, ruang keterampilan, dan lainnya.
  2. Tenaga yang profesional (psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja sosial, perawat, rohaniawan, dan tenaga ahli lainnya.
  3. Tenaga profesional tersebut menjalankan program terkait manajemen yang baik dan program rehabilitasi yang memadai sesuai kebutuhan.
  4. Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun kekerasan.
  5. Keamanan yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran narkotika di dalam pusat rehabilitasi.

Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi narkoba, hakim harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi kecanduan terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi.

Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, sehingga diperlukan keterangan ahli sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi, harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:

  1. Program detoksifikasi dan stabilisasi lamanya satu bulan
  2. Program primer lamanya enam bulan
  3. Program re-entry lamanya enam bulan

Setelah memutuskan terdakwa menjalani rehabilitasi narkoba, hakim juga memberikan perintah secara tegas menunjuk tempat rehabilitasi narkoba yang terdekat dalam amar putusannya, tempat-tempatnya yaitu:

  1. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan atau dibina dan diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.
  2. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta
  3. Rumah Sakit Jiwa di Seluruh (Depkes RI)
  4. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
  5. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau Departemen Sosial (dengan biaya sendiri)

Rehabilitasi narkoba menjadi penting sebagai upaya pemulihan keadaan dalam tindak pidana narkotika. Zat adiktif yang terkandung dalam narkoba membuat seseorang ketergantungan dan hal ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan pidana penjara. Rehabilitasi narkoba diperlukan guna membuat pelaku jera dan tidak lagi mengulangi perbuatannya.HGA