RAYA – Penerimaan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) oleh Kabupaten diduga tergantung orang dalam. Kecurigaan itu disampaikan salah seorang peserta yang ikut dalam seleksi penerimaan PPS Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 perwakilan dari Desa Kabobona.

“Isu ‘Orang Dalam' sudah beredar dikalangan para peserta yang ikut seleksi sebelum tes tertulis dan wawancara,” kata Erviani salah seorang peserta PPS dari Desa Kabobona, Rabu (25/1/2023).

Menurutnya, beberapa peserta yang mempunyai orang dalam itu yang mengatakannya sendiri, bahwa dirinya sudah pasti lolos. Padahal dalam tes wawancara, pertanyaan yang diajukan hanya sedikit yang bisa dia jawab.

“Saya tanya sama teman yang masuk didalam dengan orang ini, katanya pertanyaan yang diajukan oleh pihak KPU lebih banyak tidak bisa dijawab,” ujarnya.

Kecurigaan isu ‘Orang Dalam' ini berlanjut kata Erviani, karena tidak adanya standar yang menjadi acuan para peserta. Selain itu, juga ketidakjelasan terkait rekam jejak yang dimaksud dalam penilaian KPU. Karena, peserta yang lolos pada saat tes wawancara, tidak punya pengalaman itu.

“Kami tidak tahu seperti apa rekam jejak seperti apa yang dimaksud itu. Kami merasa tidak ada keterbukaan dari terkait hal tersebut, karena KPU tidak memberikan standar nilai di setiap tahapan seleksinya,” kata Erviani.

Ia juga mengatakan, yang diterima, orang yang diprioritaskan dalam penerimaan PPS adalah peserta yang tidak lolos dalam seleksi PPK tapi nilai masuk 10 besar. “Kami juga mengecek ada beberapa peserta yang masuk 10 besar tapi tidak lolos dalam penerimaan PPS.  Hal ini lah yang membuat kecurigaan kami bahwa isu ‘Orang Dalam'  benar,” terangnya.

Terkait hal ini dirinya sudah memasukkan surat tanggapan masyarakat kepada , baik secara langsung maupun secara elektronik. Ia pun berharap agar surat tersebut dapat diproses oleh KPU Sigi.

“Yang menjadi ketakutan kami adalah jangan sampai penerimaan PPS ini, ada titipan dari orang-orang yang berkepentingan dalam pemilu mendatang, yang mengakibatkan pada penilaian masyarakat terhadap KPU itu sendiri,” jelas Erviani.

Hal yang sama juga dikatakan salah seorang peserta seleksi PPS Kabobona, Nur Ainun. Ia mempertanyakan rekam jejak dari ketiga peserta yang lolos. “Dari semua yang lolos seleksi, tidak ada satupun yang pernah berurusan dengan data masyarakat,” jelasnya.

Bahkan kata Nur Ainun, dalam PPS Kabobona, PKPU Nomor 8 Tahun 2022 tidak terpenuhi. Dimana dalam PKPU Nomor 8 tahun 2022 mengatur tentang keterwakilan 30 persen dan berdomisili dalam wilayah kerja.

“Salah satu peserta ber- Kabobona tapi tempat tinggalnya di Kotarindau. Dan juga ada peserta yang memiliki hubungan ikatan suami istri dengan sesama penyelenggara. Ini semua yang kami pertanyakan, sebenarnya ada apa di KPU Sigi, apakah hanya melihat keluarga dengan Komisioner atau orang KPU baru bisa diterima, atau ada titipan orang-orang yang punya kepentingan pada pemilu mendatang,” ucapnya.

Sementara, Ketua KPU Sigi, Soleman membantah isu ‘Orang Dalam' tersebut. Menurutnya, tahapan itu dilakukan dengan proses menggunakan prinsip yang ada di KPU. “Prinsipnya adalah keterbukaan, profesionalitas dan transparansi serta yang paling penting adalah kehati-hatian. Semua proses ini melalui aplikasi, dan dari aplikasi inilah kita mendapatkan jawaban semua tahapan seleksi,” tegas Ketua KPU Sigi, Soleman.

Ia juga mengatakan, dalam rekrutmen tersebut, kami sangat menjunjung tinggi prinsip profesionalitas yang artinya mengesampingkan urusan pribadi dan golongan. “Kami melakukan penetapan hasil seleksi melalui rapat pleno. Dan selama tahapan seleksi, pihaknya tidak menerima satupun tanggapan masyarakat,” jelasnya.

Terkait tanggapan masyarakat yang diajukan oleh peserta PPS. Pihaknya akan menindaklanjuti surat tersebut dan akan melakukan proses lebih lanjut. “Surat tersebut akan kami proses. Dan jika terbukti kami akan melakukan langkah tegas, sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang berlaku,” jelas Soleman. FRY