SULTENG RAYA-Usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) untuk komoditas emas di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) memicu polemik dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Penolakan tersebut mencuat dalam aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa sebagai bentuk protes terhadap rencana pengembangan tambang emas di sejumlah titik wilayah Parimo.
Selama ini, aktivitas pertambangan emas dinilai telah membawa dampak terhadap kerusakan lingkungan. Sejumlah lahan persawahan warga dilaporkan terdampak lumpur, sementara air sungai di beberapa wilayah berubah keruh dan tidak layak dikonsumsi oleh hewan ternak. Kondisi ini, menurut warga, terjadi akibat aktivitas tambang emas yang terus berlangsung di daerah tersebut.
Koordinator lapangan aksi dari Forum Mahasiswa Kabupaten Parigi Moutong Menggugat (FMKPM), Talib, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) Parimo harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap usulan penetapan WPR maupun Wilayah Pertambangan (WP). Ia menegaskan bahwa Parimo merupakan salah satu lumbung pangan di Sulawesi Tengah sehingga kebijakan terkait tambang harus mempertimbangkan keberlanjutan sektor pertanian dan perikanan.
“Parimo adalah daerah lumbung pangan. Jangan sampai kebijakan tambang justru merugikan para petani dan nelayan,” tegas Talib sebagaimana rilis yang diterima redaksi, Kamis (20/11/2025).